Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Indonesia sudah 72 Tahun Merdeka, Tapi Buruh belum Bebas Berserikat
Oleh : Harjo
Sabtu | 19-08-2017 | 13:38 WIB
buruh-SBSI1.gif Honda-Batam
Rakernas Federasi Konstruksi Umum dan Informal (FKUI) KSBSI di Cirebon Jawa Barat, Sabtu (19/8/2017). (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Cirebon - Walaupun HUT Kemerdekaan RI yang ke-72 baru saja dirayakan, namun untuk kebebasan buruh untuk berserikat belum seperti yang diharapkan. Bahkan kemerdekaan buruh untuk menuntut hak normatifnya justru berbanding terbalik dengan usia kemerdekaan Indonesia.

"Sudah berkali-kali buruh yang menuntut haknya justru tersandung hukum hingga mendekam di dalam penjara. Saat ini, buruh di Riau mengalami hal yang sama, celakanya hanya karena buruh mempertanyakan haknya dan harus berurusan dengan hukum," tegas Mudhofir Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dalan pembukaan Rakernas Federasi Konstruksi Umum dan Informal (FKUI) KSBSI di Cirebon Jawa Barat, Sabtu (19/8/2017).

Artinya menurut Mudhofir, Buruh belum merdeka, dalam memperjuangkan hak buruh. Ironisnya, saat buruh melaporkan adanya dugaan pelarangan berserikat oleh buruh, masih sangat lamban mendapatkan tanggapan dari pihak yang berkompeten.

"Sebaliknya, apabila pengusaha yang melaporkan buruh, proses hukum bisa langsung mendapatkan tanggapan," tambahnya.

Mudhofir menyampaikan terkait adanya kasus buruh di Riau, selain KSBSI melakukan advokasi, juga akan menyampaikan kasus tersebut ke badan buruh dunia atau Internasional Labour Organitation (ILO).

Sedangkan terhadap pengurus buruh dan anggotanya yang ada di lapangan, dia menyampaikan agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan atau menuntut hak buruh, agar tidak tersandung dengan hukum.

"Jangan sampai dalam melakukan perjuangan haknya di lapangan, justru melanggar hukum. Pengurus di daerah juga, harus bersuara dan berinovasi untuk menyuarakan hak buruh hingga ke tingkat nasional," harapnya.

Sementara Bert Vanderspek dari CNV Vakmensen Nederland dalam sambutannya, menyampaikan dimensi sosial sanagat berkontribusi terhadap perdamaian. Tidak ada perdamaian tanpa keadilan sosial. Perdamaian dan keadilan adalah dasar HAM, belaku dalam kehidupan dan dunia sosial.

Konflik dunia, karena kebencian hingga terjadi penyerangan, sangat khawatir konplik yang terjadi saat ini, bisa mengancam perdamaian dunia. Karena akal sehat dan dialog sosial dibuang jauh-jauh.

"Sehingga harus berkontribusi berdasarkan keseteraan. Karena tidak ada pembangunan tanpa demensi sosial, harus ada hak untuk berorganisasi, bernegosiasi pribadi dan kelompok," katanya.

Editor: Yudha