Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tujuh Mantan Polisi di Batam Ajukan Eksepsi Kasus Penggelapan Barang Bukti Sabu
Oleh : Paskalis Rianghepat
Kamis | 06-02-2025 | 20:24 WIB
Sidang-eksepsi11.jpg Honda-Batam
Mantan Polisi di Batam saat menjalani sidang pembacaan Eksepsi Kasus Penggelapan Barang Bukti Narkoba di PN Batam, Kamis (6/2/2025). (Foto: Paskalis Rianghepat).

BATAMTODAY.COM, Batam - Tujuh orang mantan anggota Satreskoba Polresta Barelang yang didakwa menggelapkan barang bukti narkoba jenis sabu seberat 1 kilogram, kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (6/2/2025).

Tujuh terdakwa itu antara lain, Shigit Sarwo Edhi, Fadillah, Rahmadi, Alex Candra,
Ibnu Ma'ruf, dan Wan Rahmat serta Aryanto.

Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan Nota Keberatan (Eksepsi) terhadap surat dakwaan JPU dari tim penasehat hukum terdakwa dipimpin ketua majelis hakim Tiwik didampingi Dauglas Napitupulu dan Andi Bayu serta dihadiri JPU Ali Naek.

Dihadapan majelis hakim, ketua tim penasehat hukum terdakwa Shigit Sarwo Edhi, Fadillah, Rahmadi dan Alex Candra serta Ibnu Ma'ruf dari Nusantara Sakti Law&Firm, Indra Sakti mengatakan bahwa Pengadilan Negeri (PN) Batam tidak berwenang mengadili perkara A Quo.

Sebab menurut mereka, barang bukti narkotika jenis sabu yang didalilkan dalam surat dakwaan atas kelima terdakwa ditemukan di Jl. P. Hidayat Lr. Delima Kel. Tembilahan Hilir Kab. Inhil - Riau seberat 5.001,68 gram tersebut berada di dalam wilayah Yurisdiksi Pengadilan Negeri (PN) Tembilahan.

"Saat ini, barang bukti sabu itu tengah digunakan dalam perkara lain di PN Tembilahan. Oleh karena itu, seharusnya klien kami (Para terdakwa) juga harus disidangkan di PN Tembilahan agar tercipta kepastian hukum atas penilaian kualitas bukti dari barang bukti narkotika jenis sabu tersebut," kata Indra.

Indra membeberkan, surat dakwaan dari JPU yang dialamatkan kepada para terdakwa tidak dapat diterima. Karena, surat dakwaan tersebut disusun berdasarkan hasil penyidikan yang bermula dari dua laporan polisi (LP) yang tidak jelas hubungannya secara formil.

"Surat Dakwaan dari JPU seharusnya tidak diterima. Sebab, didasarkan dari hasil penyidikan terhadap 2 (dua) laporan polisi yang berbeda. Dimana, Laporan Polisi Nomor: LP-A/100/VIII/2024/SPKT.DITNARKOBA/POLDA KEPULAUAN RIAU, tertanggal 31 Agustus 2024 dibuat di Polda Kepulauan Riau, sedangkan Laporan Polisi Nomor: LP/A/45/IX/2024/SPKT.SATRESNARKOBA /POLRES INHIL/POLDA RIAU/POLRI, tertanggal 10 September 2024 dibuat di Polres Indragiri Hilir di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau," terang Indra.

Hal ini, kata Indra lagi, menunjukkan terjadinya dualisme penanganan perkara sehingga sudah tentu bermasalah dalam hal yurisdiksi Penyidik, Penuntut Umum dan Pengadilan yang berwenang untuk memproses hukum perkara a quo.

Indra mengatakan, barang bukti narkotika jenis sabu seberat 1 kg sebagai landasan Laporan Polisi Nomor: LP-A/100/VIII/2024/ SPKT.DITNARKOBA/POLDA KEPULAUAN RIAU, tertanggal 31 Agustus 2024 sejatinya tidak memiliki korelasi secara formil dengan barang bukti narkotika jenis sabu seberat 5 kg yang disidik berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/A/45/IX/2024/ SPKT.SATRESNARKOBA /POLRES INHIL/POLDA RIAU/POLRI, tertanggal 10 September 2024.

Hal ini, kata Indra lagi, diketahui dari surat perintah penyidikan dari Laporan Polisi Nomor: LP-A/100/VIII/2024/ SPKT.DITNARKOBA/POLDA KEPULAUAN RIAU, tertanggal 31 Agustus 2024 yang dilaporkan adalah adanya dugaan penjualan barang bukti narkotika seberat 1 kg sabu yang menurut dalil Dakwaan berdasarkan temuan dari percakapan chat di aplikasi WhatsApp antara Saksi Fadillah, S.H. dan Saksi Azis Martua Siregar.

Sedangkan Laporan Polisi Nomor: LP/A/45/IX/2024/ SPKT.SATRESNARKOBA /POLRES INHIL/POLDA RIAU/POLRI, tertanggal 10 September 2024 timbul karena tindak pidana dan penggeledahan di rumah saksi Arianto Als Anto Ganja bin M. Pakir yang beralamat di Jl. P. Hidayat Lr. Delima Kel. Tembilahan Hilir Kab. Inhil – Riau yang terjadi di luar wilayah yurisdiksi Pengadilan Negeri Batam.

"Menurut Kami, Dakwaan dari JPU lahir berdasarkan hasil penyidikan yang cacat hukum," tegas Indra.

Sementara itu penasehat hukum terdakwa Wan Rahmat dan terdakwa Aryanto, Amsal Sulaiman dan Aksa mengatakan bahwa dalam kasus ini terdapat banyak sekali kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan oleh penyidik Diresnarkoba Polda Kepri dalam hal penetapan tersangka Wan Rahmat Kurniawan dan Aryanto.

Dimana, kata Amsal, penangkapan terhadap terdakwa Wan Rahmat Kurniawan berdasarkan Nomor: Spp.Kap./ 146.a/ IX/ RES.4.2./ 2024/Ditresnarkoba tertanggal 9 September 2024, namun fakta membuktikan bahwa uraian kronologis penahanan terdakwa dalam dakwaan JPU sangat jelas tidak bersesuaian.

Dimana kata Amsal, terdakwa Wan Rahmat dari tanggal 6 Agustus 2024 hingga diperiksa sebagai tersangka tertanggal 6 September 2024 masih berada atau sudah ditahan di sel tahanan Polda Kepri.

"Bahkan, surat penahanan terhadap terdakwa Wan Rahmat baru diberitahukan kepada pihak keluarga dan diterima secara resmi oleh tim Penasihat Hukum atas nama Galih Eka Vandiano berdasarkan Surat Pemberitahuan Penahanan Nomor: B/148/IX/RES.4.2./2024/ Ditresnarkoba tertanggal 13 September 2024," tegas Amsal.

Amsal menjelaskan bahwa selama berjalannya proses hukum ini, terdakwa Wan Rahmat banyak mendapat tekanan dan ancaman dari orang yang tidak bertanggungjawab.

"Ancaman yang didapat terdakwa berupa akan dipindahkan ke penjara Nusa Kambangan dan dimasukkan ke Strapsel Rutan Kelas IIA Batam. Akibat ancaman itu, terdakwa Wan Rahmat akhirnya mencabut permohonan Pra Peradilan di Pengadilan Negeri Batam sebagaimana Surat Pernyataan Pencabutan Permonan Pra Pradilan tertanggal 26 September 2024," tambahnya.

Menurut Amsal dan Aksa, Surat dakwaan dari Penuntut Umum terhadap terdakwa Wan Rahmat kabur (Obscuur libel) karena keliru dalam mengkualifikasikan Barang Bukti.

Dimana, kata Amsal, di dalam surat dakwaan tersebut sama sekali tidak menyebutkan locus tempus (Kapan) dan locus delicti (Dimana) terdakwa menjual narkotika jenis sabu seberat 1 (satu) kg.

Kejanggalan lainnya, lanjut Amsal, didalam surat dakwaan jaksa Penuntut umum tidak dapat menunjukkan Berita Acara penimbangan terhadap barang bukti tersebut, sehingga diperoleh berat bersih Narkotika sebesar 1 (satu) kg. Bahkan, JPU juga tidak dapat membuktikan adanya Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Bidang Laboratorium Forensik yang menyatakan bahwa barang bukti narkotika seberat 1 (satu) kg tersebut diatas adalah benar mengandung Metamfetamina.

Dikatakan Amsal, jika merujuk pada Pasal 156 KUHAP, maka kami menyatakan bahwa surat dakwaan tidak dapat diterima dan batal demi hukum.

"Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam nota eksepsi, kami mengajukan permohonan agar yang Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, berkenan untuk memberikan Putusan Sela dengan amar sebagai berikut, Menerima Keberatan yang diajukan. Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini batal demi hukum atau setidak-tidaknya menyatakan surat dakwaan tidak dapat diterima serta memerintahkan agar terdakwa Wan Rahmat Kurniawan segera dilepaskan dari tahanan serta memulihkan dan merehabilitasi nama baik, harkat dan martabat terdakwa," pungkasnya.

Editor: Yudha