Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sidang Kasus Pencabulan di Bintan

Hasil Diagnosis Dua Dokter Spesialis terhadap Korban Pencabulan Berbeda
Oleh : Charles Sitompul
Kamis | 25-12-2014 | 11:30 WIB
ilustrasi_pencabulan_anak_di_bawah_umur.jpg Honda-Batam
Foto ilustrasi/net

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Hasil diagnosis terhadap Melati (bukan nama sebenarnya), yang diduga korban pencabulan dan pelecehan seksual dari dua dokter spesialis di rumah sakit yang sama, ternyata berbeda. Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan pencabulan terhadap gadis berusia 13 tahun itu oleh ayah tiri dan saudara tirinya, yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Rabu (24/12/2014).

Jaksa Pernuntut Umum (JPU), Zaldi Akri SH, memaparkan, berdasarkan keterangan korban sebelumnya, dia mengaku setelah beberapa kali dicabuli terdakwa Muralis bin Munaf (65) dan anak-anaknya. Tahu anaknya yang masih duduk dibangku SMP itu dicabuli, isteri pelaku pada 2013 lalu sempat membawa korban untuk diperiksa ke Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) Kepulauan Riau (Kepri).

"Yang ditemui saat itu adalah dokter spesialis kandungan, dr Defri SpOG. Dari hasil pemeriksan dokter Defri dinyatakan, tidak ada robekan dan selaput dara juga utuh serta tidak mengalami kerusakan. Sedangkan vulva (alat kelamin bagian luar, red) dinyatakan bersih dan ukurannya normal," ujar Zaldi

Surat keterangan hasil pemeriksaan dr Defri SpOG terhadap korban ini dikeluarkan RSUP Kepri pada tanggal 3 Juni 2013 lalu.

Namun berdasarkan hasil visum et repertum dokter forensik RSUP Kepri yag dimintakan penyidik Polres Bintan pada 3 September 2014, ternyata hasilnya berbeda. Dokter spesialis forensik, dr Eva Diana Fitri SH SpF mengatakan, dari hasil  pemeriksan pada korban, terdapat luka, tampak selaput dara robek lama sampai dasar pada seluruh arah jarum Jam. Luka tersebut dicirikan akibat masuknya alat kelamin pria ke dalam liang kemaluaan wanita.          

Akibatnya, selama 2013 hingga September 2014 Melati diduga terus-terusan menjadi budak seks oleh terdakwa, bahkan juga oleh anak dan saudaranya terdakwa lainnya.

Sementara itu dr Defri SpOG yang dijadikan saksi dalam persidangan, menyatakan, perbedaan itu hasil itu karena interprestasi yang berbeda.

"Hanya masalah perbedaan interprestasi pemeriksan saja. Dia (korban) datang, minta diperiksa kesehatanya saja," ujar Defri kepada BATAMTODAY.COM saat dikonfrimasi usai memberikan keterangan di pengadilan.

Kendati demikian, Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak daerah (KKPAD) Provinsi Kepri, Erry Syahrial, menyayangkan perilaku dan sikap dokter tersebut yang terkesan "melacurkan" profesi dan melakukan pelanggaran kode etik kedokteran itu.
  
"Kalau analsis dokter ini dari awal benar, mungkin korban tidak akan menjadi budak seks terdakwa dan isteri terdakwa akan melaporkan ke polisi," ujarnya, usai persidangan.

Karena itu, katanya, KPPAD Kepri berencana menyurati Ikatan Dokter Indoensi (IDI) atas duagaan pelanggaran kode etik yang dilakukan dokter sepesialis di RSUP Kepri tersebut. "Nanti akan kita sampaikan (ke IDI), biar mereka yang menangani," kata Erry.
 
Kasus dugaan pencabulan selama dua tahun lebih yang dialami korban Melati terungkap setelah ayah kandung korban, Munaf, pulang dari Malaysia dan melaporkan pelaku ke polisi. Atas perbutanya, terdakwa dijerat dengan pasal 81 juncto pasal 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. (*)

Editor: Roelan