Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Berhala Milik Jambi

Panglima Laskar Melayu Nusantara Minta Pemprov Jambi Tak Terbuai
Oleh : Surya
Selasa | 01-11-2011 | 11:55 WIB

JAKARTA, batamtoday - Panglima Laskar Melayu Nusantara Susilowadi meminta Pemprov Jambi tidak terbuai dengan keputusan Mendagri Gamawan Fauzi yang memberikan Pulau Berhala menjadi bagian wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Bang Illo, sapaan akrab Susilowadi menegaskan, sejak dahulu Berhala merupakan wilayah bagian dari Riau, setelah ada pemekaran provinsi masuk ke wilayah Kepulauan Riau (Kepri).

Menurut Bang Illo, Pemprov Kepri diyakininya memiliki argumentasi berdasarkan kajian sejarah yang kuat untuk melakukan gugatan ke MK. "Kepri bisa memenangkan gugatan di MK, asal didukung data dan fakta sejarah yang kuat, " ujarnya di Jakarta, Selasa (31/10/2011).
Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Rumpun Melayu Bersatu (RMB) Riau-Kepri ini  menyarankan agar Pemprov Kepri cepat mengambil alternatif dengan membentuk tim kerja untuk menanggapi persoalan Pulau Berhala mengingat semakin intensifnya Jambi melancarkan propaganda. Bahkan Pemprov Kepri diminta meninggalkan berbagai pihak yang diduga sengaja menghambat program kerjanya demi memenangkan gugatannya di MK. Hal itu perlu dilakukan demi tercapainya target menjunjung tinggi marwah budaya Melayu terhadap warisan leluhur yang dititipkan kepada generasi masa sekarang.
“Apapun resikonya Berhala tetap dipertahankan sebagai bagian dari Kepri-Riau, motivasi harus dibangkitkan dengan dorongan dari jajaran birokrasi daerah sebagai ujung tombaknya. Sebaik apapun program kerja tersebut dan secanggih apapun para pelaksananya, tanpa dukungan dan motivasi tentu saja tidak akan mampu mencapai tujuannya," katanya.
Bang Illo menegaskan, mengaku secara terbuka siap membantu Pemprov Kepri memberikan data-data sejarah Jambi. Sebab dari hasil temuannya,  klaim Jambi atas Pulau Berhala sangat lemah. Dalam penelitiannya, banyak data tentang Kesultanan Jambi masa lalu sejak tahun 1501 sampai tahun 1956 terbentuknya provinsi Riau. Diantara data-data itu adalah kontrak-kontrak para raja Jambi termasuk Pangeran Anum pada tahun 1721 dengan Gubernur Jenderal Zwaardecroon di Batavia yang dimuat dalam Corpus Diplomaticum.
Dalam perjanjian itu, kata Bang Illo, disebutkan penguasa Jambi tidak akan menuntut  klaim wilayah dari Belitung sampai Malaka (pasal 6). Traktat ini dibuat karena Pangeran Anum merasa khawatir ketika Zwaardecroon mengutus Laksamana Van der Hoedt ke Jambi untuk meminta pertanggungjawaban atas perompakan di perairan Laut Cina Selatan oleh orang-orang Jambi. Untuk menghindari hukuman VOC, Pangeran Anum kemudian menegaskan bahwa orang-orang itu bukan kawulanya dan wilayah Jambi tidak mencakup perairan di wilayah tersebut.
Bang Illo menambahkan, masih ada sejumlah kontrak lain yang dibuat oleh raja-raja Jambi sejak tahun 1645 dengan VOC hingga akhir abad XIX. Bersama pemerintah Hindia Belanda, semua perjanjian itu diperbaharui yang pada prinsipnya semakin mengurangi hak kekuasaan wilayah Jambi. “Sampai penghapusan kekuasaan Jambi oleh Belanda tahun 1916 (Koloniaal Verslag 1917), klaim Jambi atas Pulau Berhala tidak pernah bisa ditemukan dasar hukumnya, “ ujarnya.
Hal ini semakin dipertegas dalam laporan para kepala pemerintah daerah Jambi (Asisten Residen, Residen dan Kontrolir) pada setiap akhir masa jabatannya yang disebut Memorie van Overgave. Dalam Memorie yang merupakan koleksi KITLV di Leiden ini,  dengan tegas dinyatakan bahwa pengawasan keamanan dan pelayaran di Selat Berhala berada di bawah tanggungjawab Controleur Belanda yang berkedudukan di Penuba dengan bantuan mercu suar yang dibangun di samping Pulau Berhala.
“Dari situ bisa diketahui bahwa sebenarnya Selat Berhala dan Pulau Berhala merupakan wewenang dari penguasa daerah (gezaghebber kemudian controleur) Lingga.