Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Alasan Indonesia Hanya Memiliki 12 Hari Cuti Kerja
Oleh : Redaksi
Sabtu | 21-01-2017 | 12:26 WIB
kerja1.jpg Honda-Batam

Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM, Batam - Menengok ketentuan Undang-undang Ketenagakerjaan, karyawan di Indonesia berhak menerima jatah cuti tahunan sebanyak 12 hari kerja. Perlu diketahui, jumlah cuti yang dimiliki masing-masing negara ini berbeda-beda. Ada negara yang punya jatah cuti lebih banyak dan ada pula yang lebih sedikit dibanding Indonesia.

Menurut psikolog ketenagakerjaan sekaligus akademisi Universitas Atma Jaya, Vierra Della, ketetapan yang disahkan dalam Undang-undang tersebut berasal dari kesepakatan rata-rata internasional.

"Angka 12 hari itu diambil dari rata-rata internasional, termasuk jumlah jam kerja sebanyak delapan jam," kata Vierra, saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

"Kajian ilmiahnya sudah dilakukan untuk mengukur batas lelah manusia, maka keluarlah rentang angka yang kemudian diserahkan kepada masing-masing perusahaan untuk memberikan cuti apakah ingin mengikuti pemerintah atau menambah jumlah hari cuti."

Selain dari kesepakatan internasional, Vierra menjelaskan jumlah hari cuti ini juga berdasarkan pertimbangan temuan ilmiah. Temuan tersebut mengatakan bahwa ada ambang batas waktu kesiapan manusia untuk bisa bekerja optimal.

Batasan tersebut, kata Vierra, adalah enam persen dari total waktu bekerja. Dengan kata lain, bila jumlah waktu bekerja adalah delapan jam per hari, maka sekitar 30 menit merupakan durasi ketidaksiapan manusia dalam bekerja.

"Jadi selama enam persen itu biasanya orang "gabut", dan terjadi di awal dan akhir saat jam kerja," kata Vierra. "Ini juga yang jadi pertimbangan istirahat setelah satu tahun bekerja."

Beda Budaya

Vierra juga mengatakan, bahwa pengaruh lain untuk penetapan banyaknya jumlah cuti adalah pengaruh budaya. Dia membandingkan perlakuan pemberian cuti di Eropa dengan Asia.

"Di Eropa, mereka memiliki jumlah cuti lebih banyak karena menyadari bahwa investasi pada manusia itu mahal. Ketika seseorang sudah mengalami "drop" dalam performa, untuk ditingkatkan akan sangat susah," kata Vierra.

"Mereka menyadari, ketika karyawan sudah "soak" maka akan butuh biaya baru untuk menggantinya dengan yang baru. Sehingga, mereka lebih memilih menjaga performa tersebut dengan memberikan cuti dan fasilitas penjagaan mental lainnya."

Selain itu, psikolog yang juga menjadi konsultan berbagai perusahaan tersebut juga mengatakan negara-negara barat juga lebih mementingkan hasil. Mereka tidak menuntut seseorang berada di kantor. Namun kebebasan itu juga diimbangi dengan tuntutan perusahaan.

Sedangkan di Asia, Vierra mengatakan budaya bekerja sebagai bagian dari proses yang biasa dianut Asia Timur juga berpengaruh di Indonesia. Ini yang menyebabkan pekerja Asia, Jepang terutama, mementingkan kerja keras dan hadir di kantor sebagai bagian dari pekerjaan.

"Di beberapa negara Asia, mereka percaya bahwa bekerja overtime lebih produktif," kata Vierra. "Dan Indonesia cenderung mengikuti apa yang sudah umum terjadi."

Perbedaan budaya inilah yang akhirnya menyebabkan adanya perbedaan jumlah cuti kerja tahunan. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia tergolong memiliki jumlah hari cuti lebih lama dibanding Thailand, Singapura, Malaysia, dan Vietnam dengan cuti sejumlah lima hingga 10 hari.

Sedangkan di Eropa dan negara maju, rata-rata cuti tahunan berkisar lebih dari 20 hari. Rekor cuti terlama ada di Finlandia, yaitu 38 hari.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Yudha