Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

FSP BUMN Dipanggil KPK, Terkait Dugaan Korupsi di PT Pos Indonesia
Oleh : Tunggul Naibaho
Selasa | 26-04-2011 | 10:42 WIB
ketut.jpg Honda-Batam

Dirut PT Pos Indonesia (Persero), I Ketut Marjana.

Batam, batamtoday - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil Pengurus Komite Pusat Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu untuk dimintai keterangan terkait dugaan korupsi di PT Pos Indonesia (Persero) yang dilaporkan federasi ini beberapa waktu lalu.

Demikian disampaikan Ketua Umum FSP BUM Bersatu Arif Poyuono kepada batamtoday, Selasa, 26 April 2011, dan dia katakan Kamis 28 April ini pihaknya akan memenuhi undangan KPK.

"Kami dipanggil penyidik KPK Kamis besok. Dan kita siap beberkan bukti-bukti korupsi yang terjadi di PT Pos Indonesia selama ini," ujar Arif.

Arif mengatakan, sudah melaporkan kasus di PT Pos Indoensia ke KPK sejak beberapa waktu lalu, dan baru dijadwalkan akan dimintai keterangan pada Kamis lusa, kata Arif.

"Kepada KPK telah kami serahkan 5 bundel bukti-bukti tentang dugaan korupsi di PT Pos Indonesia," ungkap Arif.

Seperti diberitakan kemarin, FSP BUMN Bersatu menengarai sedikitnya ada  sembilan kasus dugaan korupsi di PT Pos Indonesia (Persero) yang ditaksir merugikan keuangan negara sebanyak Rp130 miliar.

Hal itu diungkap Ketua Bidang Investigsi, Ferdinan Situmorang, kepada batamtoday, dan dikatakan praktek korupsi dilakukan dengan berbagai cara atau modus, mulai dari mark-up, proyek fiktif, hingga penggelapan.

Modus mark-up terjadi pada proyek pembelian Data Center dari  PT Citra Multi System senilai Rp29 miliar, padahal nilai riil hanya sekitar Rp8,36 miliar. Proyek ini dilakukan dengan cara penetapan langsung, dan PT Citra Multi Sytem ditengarai sebagai kroni dari Direksi PT Pos Indonesia.

Demikian juga pada pembangunan Proyek Post Office Management (PMO) pada tahun 2009 dengan biaya proyek sebesar Rp20 miliar. Direksi PT Pos Indonesia diduga telah melakukan Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi, karena kemudian, dengan tanpa alasan yang jelas, proyek tersebut dihentikan dan dibubarkan, tanpa ada pertanggungjawaban terhadap biaya yang telah dikeluarkkan oleh perusahaan.

Mark up juga diduga terjadi pada proyek renovasi Gudang Unit 1 Kantor Tukar Udara  di Bandara Udara Soekarno Hatta senilai Rp8 miliar, penyewaan 50 unit mobil dinas merk Toyota VIOS untuk para pejabat PT Pos Indonesia, dan 7 unit Toyota HARRIER untuk Direksi dan Komisaris.

Mark-up juga ditengarai terjadi pada proyek renovasi rumah dinas Direktur Utama dan Direktur Teknologi dan Jasa Keuangan senilai Rp 1,6 miliar.

Modus operandi dengan proyek fiktif terjadi pada proyek Pengadaan Buku Sejarah Pos senilai Rp900 juta. Dana sudah ditarik dari Kas, namun buku tersebut tidak dicetak.

Semua kasus disebutkan terjadi pada tahun 2009, dan hampir pada semua kasus nama Direktur Pos Indonesia I Ketut Marjana dinyatakan terlibat.

Adapun modus penggelapan, terjadi pada proyek jasa penyaluran Dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah kepada masyarakat pada tahun 2009. Dana yang digelapkan diduga mencapai 4 persen dari total dana yang disalurkan pemerintah, yakni sebesar Rp3,811 triliun rupiah.

Terhadap tuduhan ini, PT Pos Indonesia melalui Korporat komunikasi, Rodhiatin, kepada batamtoday mengakui adanya kasus-kasus tersebut, namun menurutnya kasus tersebut sudah lama dan sudah selesai.

"Itu kasus lama, mas. Itu sudah selesai. Sudah diselesaikan," kata Rodhiatin kepada batamtoday melalui selulernya, tanpa merinci penyelesaiannya seperti apa, dan langsung memohon untuk memutus telepon.