Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kebijakan Pemerintah Naikkan BBM Bisa Suburkan Korupsi di Sektor Energi
Oleh : si
Jum'at | 17-05-2013 | 08:33 WIB
Rizal Ramli3.JPG Honda-Batam

Rizal Ramli

JAKARTA, batamtoday - Rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dengan kompensasi  Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dinilai hanya menyuburkan KKN di sektor energi.


Sebab, kompensasi BBM itu tidak pernah menyelesaikan masalah, bahkan sebaliknya bentuk inefiesensi dan pemborosan keuangan negara.

Penegasan itu disampaikan Mantan Perekonomian Rizal Ramli dalam diskusi bertajuk ' BLSM untuk Kepentingan Rakyat atau Parpol?'.

"Jadi, untuk penghematan, efisiensi anggaran APBN itu mesti ada komitmen untuk mengurangi pemborosan anggaran, korupsi, dan mark up biaya-biaya di sektor energi dengan jadwal dan target-target kuantitatif yang konkret. Misalnya dengan meningkatkan penggunaan gas dalam pembangkit listrik secara nasional dari 23 persen saat ini menjadi 30 persen dalam waktu dua tahun," kata Rizal Ramli di Jakarta, Kamis (16/5/2013).

Selain itu lanjut Rizal, mengurangi penggunaan generator diesel yang merugikan PLN sampai Rp 37 triliun per tahun dengan mengalihkan ke pembangkit batubara, gas, air, dan geothermal secepatnya.

"Pemborosan itu harus dihentikan, dan adili mafia Migas yang sangat merugikan negara sekitar Rp 10 triliun per tahun, dan minta KPK untuk menyelidiki siapa saja pejabat yang disogok oleh mafia Migas selama ini?" tanya Rizal lagi.

Rizal juga mengusulkan pembangunan kilang dengan kepasitas 300.000 sampai  400.000 barel dalam dua tahun. Dengan pembangunan kilang tersebut akan membuat biaya produksi menjadi lebih hemat sekaligus menghemat penggunaan devisa negara, mengurangi tekanan terhadap difisit transaksi berjalan, dan menciptakan lapangan kerja. Dan, dibarengi dengan meningkatkan biaya pengawasan atau cost control, dengan memperbaiki methode dan transparansi, dari kontraktor Migas sehingga mengurangi cost recovery (yang selama ini terus naik) turun 25 % dalam dua tahun.

Dengan demikian konpensasi BLSM dinilai sebagai  'money politics in grand scale' gula-gula manis yang hanya menguntungkan partai berkuasa yang citranya memang hancur di tengah masyarakat.

"Padahal, lebih baik dana penghematan energi tersebut digunakan untuk membangun infrastruktur transportasi publik, yang langsung bermanfaat jangka panjang, dan apalagi masih ada 63 juta pengguna sepeda motor yang menggunakan BBM yang tidak memiliki alternatif transportasi publik," pungkasnya.

Editor : Surya