Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Luar Biasa, Penyelundup 363 Ton Minyak Mentah Hanya Divonis 1 Tahun Penjara
Oleh : Charles Sitompul
Rabu | 08-05-2013 | 18:09 WIB
penyelundup-minyak-nafta-vonis.jpg Honda-Batam
Dua terdakwa penyelundupan 363 ton minyak mentah jenis nafta dari Bangka Belitung ke OPL Malaysia, Andre Setiawan (24) dan Prayogi Bin Suratin (25).

TANJUNGPINANG, batamtoday - Dua terdakwa penyelundupan 363 ton minyak mentah jenis nafta dari Bangka Belitung ke OPL Malaysia, Andre Setiawan (24) dan Prayogi Bin Suratin (25), hanya divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan

Vonis yang lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dibacakan ketua majelis hakim Jalili Sairin dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Rabu (8/5/2013).

JPU Kejari Tanjungpinang, Maruhum SH dan JPU Kejati Kepri, sebelumnya menuntut kedua terdakwa dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan, atas dakwaan alternatif kedua melanggar pasal 102 hurup e UU Nomor 17 Tahun 2006 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 10 tahun 2005 tentang Kepabeanan juncto pasal 55 KUHP.

Atas putusan itu, kedua terdakwa Andre Setiawan dan Prayogi Bin Suratin menyatakan menerima, sementara Jaksa Penuntut Umum yang saat itu dihadiri Rehan SH menyatakan pikir-pikir.

Kedua terdakwa ditangkap oleh Patroli Kanwil Bea dan Cukai Tanjungbalai Karimun di perairan Berakit, Kabupaten Bintan Provinsi Kepri,  Jumat,(23/11/2012) saat menuju OPL Malaysia untuk menyelundupkan minyak tersebut dengan menggunakan KM Lumba.

Sebelum ditangkap, mereka mengisi minyak nafta dari sebuah kapal tanker besar di perairan Bangka Belitung dengan cara mentransfer minyak ke KM Lumba sambil berjalan secara perlahaan di tengah laut.

KM Lumba yang dinakhodai terdakwa Andre Setiawan dan Prayogi Bin Suratin yang merupakan karyawan PT Petro Samudra, dengan manajer operasional Matsuri (dilakukan penuntutan tersendiri), berencana menjual minyak mentah itu ke luar negara Indonesia secara ilegal.

Editor: Dodo