Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kasus Korupsi Rp3,5 Miliar Alkes Anambas

Dalam Kontrak Lumpsum, Saksi Ahli Sebut Spesifikasi Barang Tidak Boleh Diganti
Oleh : Charles Sitompul
Selasa | 07-05-2013 | 19:30 WIB

TANJUNGPINANG, batamtoday - Jhon Andaliasta Barus SE dari Inspektorat Provinsi Kepri, yang dihadirkan jadi saksi ahli dalam sidang lanjutan perkara korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) di Dinkes Kabupaten Anambas tahun 2009, mengatakan, pengadaan barang dengan kontrak lumpsum, spesifikasi barang tidak dapat diganti dengan merek lain.

Demikian disampaikan Jhon Andaliasta dalam sidang korupsi Alkes di Dinkes Anambas dengan terdakwa Sofian Skm dan dr Tadjri di PN Tipikor Tanjungpinang, Senin (6/5/2013).

"Sesuai dengan Kepres 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan Pemerintah, kontrak lumpsum merupakan kontrak yang pembayarannya dilakukan pengguna barang apabila volume dan spesifikasi barang yang diadakan sesuai dengan kontrak," ujarnya.

"Satu unit saja barang yang diadakan tidak ada atau tidak sesuai dengan spesifikasi barang yang diinginkan, maka penerima barang tidak dapat membayaran pada rekanan 100 persen," ujarnya.

Kalau pada sampai akhir masa pekerjaan barang yang ada dalam kontrak tidak dapat diadakan, harusnya pelaksana kegiatan proyek dapat memutus kontrak dan membayarakan sesuai dengan volume yang diadakan, sebelum akhirnya diputus, menarik dan mencairkan uang jaminan, mengenakan sanksi denda sesuai dengan yang dipersyaratkan kedua belah pihak di dalam kontrak.

Sedangkan mengenai Adendum, tambah Jhon, sesuai dengan pasal 34 Kepres 80 Tahun 2003, ketika para pihak bersepakat melaksanakan Adendum, dapat dilakukan namun, yang diadendum bukan merupakan tambah kurang atau pengibahan spek dari barang, melainkan waktu pelaksanaan yang diperpanjang sampai barang yang disepakati dalam kontrak dapat diadakan kontraktor, dan itupun hingga tutup buku anggaran APBD.

"Karena, dalam setiap mengadaan, khususnya alat kesehatan, sebelumnya dalam penawaran dan pelelangan proyek sudah ada surat dukungan dari pabrik atau distributor dalam menjamin pengadaan barang tersebut. Dan jika memang pada saat berkenaan distributor pemberi dukungan menyatakan belum ada barang dan baru dua minggu lagi baru ada, misalnya, maka kontraktor dan pengguna barang dapat memperpanjang waktu masa pekerjaan sampai barang tersebut dapat diadakan distibutor," paparnyaa.

Intinya, dalam proyek dengan model kontrak lumpsum, volume pekerjaan tidak boleh ditambah kurang, dengan alasan melakukan adendum akibat barang tidak tersedia. Namun yang lebih tepat adalah, melaksaanaan perobahan waktu dalam pelaskanaan pengadaannya sebelum berakhir masa pelaksaanaan.

"Tetapi tambah kurang pekerjaan dan pergantian barang lain dalam proyek pengadaan atas kontrak lumpsum tidak diperkenankan, harusnya proyek Alkes dengan kontrak lumpsum itu tidak dapat dibayarakan 100 persen," ujar saksi dari dari Inspektorat Provinsi Kepri ini.
 
Setelah kedua terdakwa menyatakan tidak memberikan jawaban atas keterangan saksi ahli, majelis hakim PN Tipikor Tanjungpnang yang dipimpin M. Jalili Sairin SH kembali mengentikan sidang dan akan melanjutkan kembali pada minggu mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya dan kedua terdawka.

Sebagaimana diketahui, sidang korupsi proyek pengadaan Alkes Anambas ini kembali dilaksanakan, setelah sebelumnya dua terdakwa sempat menjalani perawatan di rumah sakit, akibat mobil tahanan yang membawa kedua terdakwa mengalami kecelakaan.

Terdakwa Sofian Skm dan dr.Tadjri diduga melakukan korupsi pengadaan Alkes di Kabupaten Kepuluan Anambas dengan dana Rp3,5 miliar dari APBD Anambas 2009. Adapun modus oprandi yang dilakukan kedunya adalah dengan menerima barang Alkes yang tidak sesuai dengan spesifikasi lalu dilakukan adendum.

Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan pasal 2 jo pasal 3 jo pasal 9 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto pasal 55 KUHP.

Editor: Dodo