Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

UU Desa Beri Jaminan Ekonomi Bagi Masyarakat Desa
Oleh : surya
Sabtu | 02-06-2012 | 09:56 WIB
Budiman_Sujatmiko.jpg Honda-Batam

Budiman Sujatmiko, Wakil Ketua Pansus RUU Desa

PADANG, batamtoday - Pansus RUU Desa menegaskan, RUU Desa yang tengah dibahas antara DPR dan pemerintah dapat memberikan jaminan ekonomi bagi masyarakat di Desa. Karena itu, RUU ini diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi keragaman desa di tanah air dengan segala kekhususannya.

"Kita menargetkan RUU ini ditargetkan dapat diselesaikan pada akhir tahun ini," kata Wakil Ketua Pansus RUU Desa Budiman Sudjatmiko (F-PDIP) saat melakukan dialog 'Politik dan Demokratisasi Pedesaan' dengan Civitas Akademika Universitas Andalas Padang seperti dikutip dari laman dpr.go.id.  

Budiman menjelaskan, sejak Indonesia merdeka baru 67 tahun lalu, baru tahun 2012 dilakukan pembahasan tentang  UU Desa. "Sebenarnya DPR periode 2004-2009 sudah mulai mewacanakan namun tidak sempat menindaklanjuti, dan baru sekarang dibahas," katanya.

Mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini mengatakan, UU Desa nantinya akan memberi jaminan ekonomi bagi desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMD). “Jika di suatu desa ada proyek pertambangan, maka desa tersebut akan mendapat bagian saham, tidak hanya berupa kompensasi ganti rugi saja,” katanya.

Budiman mengungkapkan, saat ini terdapat sekitar 68 ribu desa di seluruh tanah air, 33 ribu desa diantaranya  tinggal di hutan. Jika mengacu pada UU Kehutanan, katanya, masyarakat yang tinggal di hutan bisa dikategorikan menempati lahan ilegal, sehingga penting keberadaan masyarakat di desa ini diatur dengan UU tersendiri.

"Ada sekitar 33.000 desa berada di dalam wilayah hutan, di mana dapat dianggap ilegal jika mengacu pada UU Kehutanan. Karena itu, UU ini penting karena orang Indonesia terikat dengan dan hamper 90 persen berasal dari desa," katanya.

Sedangkan Anggota Pansus  RUU Desa, Abdul Wahab Dalimunte (F-PD) mengatakan, RUU Desa dibuat bukan untuk menghabisi nagari-nagari, tapi justru mensejahterakan desa atau nagari. Dia mengungkapkan RUU Desa ini merupakan usul inisiatif pemerintah, dalam hal ini Mendagri.

“RUU ini bukan usulan kami, tapi usulan dari eksekutif dalam hal ini Mendagri Gamawan Fauzi, saya sampaikan ke Mendagri bahwa di daerahnya yang paling ribut soal RUU Desa itu,” kata Abdul Wahabd Dalimunte.

Dalam pertemuan antara tim Pansus RUU Desa dengan Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno, DPRD prov. Sumbar, DPRD Kab/Kota, wali nagari se Sumbar, perguruan tinggi, dan tokoh masyarakat Sumbar di auditorium kantor Gubernur Sumbar, sejumlah elemen masyarakat adat Sumbar menyatakan penolakannya terhadap RUU ini. Di antaranya Lembaga Adat Alam Minangkabau (LKAAM), praktisi perguruan tinggi, dan Forum Wali Nagari (Forwana). Mereka menolak karena dikhawatirkan UU ini akan merusak tatanan adat di masyarakat.

“Di Sumatera Barat, nagari tidak hanya berarti pemerintahan saja, tapi juga dalam arti adat. RUU Desa akan memisahkan antara pemerintahan dan adat, jika adat sudah dipecah-belah, makan akan hancurlah semua,” ungkap Akmal Rangkayo Baso, anggota LKAAM Sumbar.