Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Aguan, Bos Tambang Pasir Ilegal di Nongsa Terancam 10 Tahun Penjara
Oleh : Paskalis Rianghepat
Selasa | 07-07-2020 | 18:13 WIB
aguan-tambang1.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Terdakwa Aguan saat ditetapkan sebagai tersangka beberapa waktu lalu. (Foto: Dok Batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Batam - Terdakwa Johanes Yanto alias Aguan, bos penambangan pasir ilegal di depan Perumahan Symphony Land, Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa, terancam 10 tahun penjara.

Hal itu terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Immanuel Baeha membacakan surat dakwaan menggantikan JPU Herlambang melalui persidangan secara online di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Selasa (7/7/2020).

Diuraikan JPU dalam surat dakwaan, terdakwa Aguan, sapaan Johanes Yanto ditangkap Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda Kepri saat melakukan penggerebekan di tempat penambangan pasir ilegal di Sambau.

"Terdakwa Aguan ditangkap aparat kepolisian lantaran tidak mengantongi surat perizinan pertambangan, sebagaimana seharusnya sebagai persyaratan yang dimiliki oleh pelaku usaha penambangan," urai Nuel, sapaan akrab JPU Immanuel Baeha.

Dalam penggerebekan itu, kata Nuel, selain mengamankan terdakwa, polisi juga berhasil mengamankan 4 unit Eksavator dan 6 unit mobil Dump truck dan 5 unit mobil Toyota berbagai merk untuk digunakan saat penambangan berlangsung.

Penambangan pasir ilegal ini, terangnya, berawal dari kesepakatan antara terdakwa Aguan dan Taufik (DPO) berupa pengerukan tanah atau pemotongan tanah yang berlokasi di Jalan Hang Jebat, Simpang 3 Kavling depan Perumahan Symphony Land, Kelurahan Batu Besar.

"Dalam melakukan aktivitas penambangan, terdakwa harus merogoh kocek sebesar Rp 23 juta perbulan untuk menyewa Eksavator, sementara para operator yang dipekerjakan mendapat upah Rp 170 ribu perjamnya," ungkapnya.

Dalam melakukan usaha penambangan, lanjutnya, terdakwa Aguan menjual tanah hasil pengerukan dengan harga Rp 150 ribu per Dump Truck, sehingga omset dari aktivitas ini mencapai miliaran rupiah per bulan.

Dari hasil catatan yang berhasil disita polisi, sambungnya, tanah yang berhasil diangkut oleh Dump Truck sebanyak 1.551 Trip, dimana terdakwa Aguan sebagai pemilik kegiatan penambangan meliputi tugas sebagai pengawas seluruh kegiatan di lapangan, memeriksa jumlah penjualan tanah yang dicatat oleh Checker, menentukan titik lokasi lahan yang harus dipotong atau dikeruk oleh Eskavator menerima bagian sebesar Rp7,5 juta yang diterima dari Taufik (DPO).

"Selama kegiatan usaha penambangan berupa pengerukan atau pemotongan tanah, terdakwa Aguan tidak memiliki Surat Izin yang sah baik Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR) maupun Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari pemerintah," pungkasnya.

Atas perbuatannya, terdakwa Aguan dijerat diancam pidana dalam Pasal 158 UU RI Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Jo Pasal 55 Ayat(1) ke-1 KUHPidana atau kedua dalam Pasal 109 UU RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Usai mendengarkan pembacaan surat dakwaan, terdakwa Aguan bersama penasehat hukumnya yang mengikuti proses persidangan melalui

video teleconference meminta waktu selama 7 hari untuk mengajukan Eksepsi.

Menanggapi permintaan terdakwa melalui penasehat hukumnya, ketua majelis hakim David P Sitorus lalu menunda persidangan selama 1 minggu untuk mendengarkan Eksepsi dari Penasehat Hukum terdakwa.

"Untuk mengakomodir permintaan terdakwa dan penasehat hukumnya, sidang kita tunda hingga minggu depan dengan agenda pemabacaan Eksepsi," kata David sembari mengetuk palu menutup persidangan.

Editor: Yudha