Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Putusan MA Tak Beri Kepastian Hukum

Pulau Berhala akan Dibawa Kemendagri ke MK
Oleh : surya
Senin | 23-04-2012 | 07:56 WIB

BANDUNG BARAT, batamtoday-Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan membawa sengketa kepemilikan Pulau Berhala antara Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dan Provinsi Jambi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, Mahkamah Agung (MA) dalam membuat keputusan membatalkan Permendagri 44 tahun 2011, tidak menyatakan Pulau Berhala milik Kepri atau Jambi.

Penegasan itu disampaikan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Raydonnyzar Moenek dan Direktur Jenderal (Dirjen) Pemerintahan Umum (PUM) I Made Suwandi disela-sela Lokakarya Kebijakan Pemerintah dalam Revisi UU No.32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah, di Bandung Barat, kemarin.

"Selama 25 tahun tidak ada kepastian hukum mengenai Pulau Berhala. Begitu Mendagri memutuskan memberikan ke Jambi melalui Permendagri 44 tahun 2011 digugat oleh Pemerintah Provinsi Kepri ke Mahkamah Agung dan digugatannya dimenangkan, dimana dalam jangka waktu dua bulan sejak diputuskan Permendagri tersebut dinyatakan tidak berlaku," kata Kapuspen Kemendagri.

Donny - demikian biasa dia disapa mengatakan, keputusan MA disatu sisi memberikan kepastian hukum membatalkan Permendagri 44 Tahun 2011, namun di sisi yang lain tidak memberikan kepastian mengenai siapa yang berhak memiliki Pulau Berhala. "Keputusan MA soal Pulau Berhala sebagai keputusan hukum yang tidak memberikan kepastian hukum," katanya.

Kemendagri, lanjutnya, tidak memiliki kepentingan Pulau Berhala milik Kepri atau Jambi, yang penting adalah harus ada keputusan mengenao kepemilikian pulau tersebut. Seharusnya, dalam membuat keputusan tidak hanya membatalkan Permendagri 44 tahun 2011, tetapi juga menetapkan pemiliknya misalkan Kepri sebagai pemilik Pulau Berhala karena dalam permendagri tersebut dinyatakan milik Jambi.

"Ini yang membuat kita buang, sudah disengketakan selama 25 tahun sejak tahun 1986. Begitu Menteri Dalam Negerinya Gamawan Fauzi memutuskan memberikan ke Jambi, lalu sama MA dibatalkan begitu saja dan dikembalikan ke status quo. Kalau kemudian Kemendagri ngambek dan menyatakan biarkan saja status quo, kan tidak bisa begitu tetap harus dijalan keluarnya agar ada pemiliknya," katanya.

Dalam memutuskan sengketa kepemilikan Pulau Berhala, MA kata Donny, seharusnya mengundang pihak-pihak terkait seperti dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), bukan diputuskan secara sepihak dan tertutup oleh para hakim-hakim di MA. Keputusan Mendagri memberikan Pulau Berhala, ungkap Donny, telah melalui berbagai kajian, historis, bukti-bukti administrasi hingga titik koordinat final dan mengundang dua provinsi yang bersengketa.

"Agar tidak keputusan tidak menimbulkan masalah lagi, sebaiknya sidang di MA dilakukan terbuka seperti MK, dimana semua pihak diundang untuk didengarkan pendapatnya sebelum diambil keputusan," katanya.

Kapuspen Kemendagri menegaskan, Kemendagri tengah mempelajari untuk segera membahas kasus sengketa kepemilikan Pulau Berhala ke MK, sebagai sengketa antar lembaga negara antara Kemendagri dibawa Lembaga Kepresidenan (eksekutif) melawan lembaga yudikatif (MA).

"Kita akan sedang menjajaki untuk membawa ke MA sebagai sengketa antar lembaga negara. Karena selain memutuskan soal tafsir UU, sengketa Pemilukada juga bisa memutuskan sengketa antar lembaga negara. Kita pernah ajukan gugatan sengketa antara lembaga negara soal Aceh dengan KIP," katanya.

Dirjen PUM Kemendagri I Made Suwandi mengatakan, Kemendagri memiliki waktu 90 hari untuk menyatakan pendapat setelah Permendagri 44 Tahun 2011 dinyatakan tidak berlaku. Sikap yang akan diambil itu, lanjutnya, akan menjadikan putusan pembatalan permendagri oleh MA itu sebagai sengketa antar lembaga negara. "Dalam waktu dekat akan kita ajukan ke MK, ini masih kita pelajari," katanya.

Menurut Made, Kemendagri tidak bisa menyalahkan MA yang membatalkan Permendagri 44 Tahun 2011 tanpa menetapkan siapa pemilik Pulau Berhala sebenarnya, karena bukan wewenang MA untuk menetapkan kepemilikan Pulau Berhala. Apabila Kemendagri membuat keputusan lagi soal kepemilikan Pulau Berhala dikuatirkan bakal berujung kepada gugatan lagi ke MA, padahal keputusan mendagri sebenarnya bersifat mengikat, maka sebaiknya diselesaikan di MK.

"Selain membatalkan permendagrui, seharusnya MA juga memerintahkan pemerintah dan DPR untuk mengubah UU yang mengatur soal Pulau Berhala. Tetapi dalam waktu 90 hari ini, kita akan mempelajarinya untuk membawa kasusnya ke MK sebagai sengketa antar lembaga antara eksekutif dan yudikatif karena keputusan Mendagri bersifat final," kata Dirjen PUM Kemendagri.