Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Diminta Tak Jadikan BIN sebagai Keranjang Sampah
Oleh : Irawan
Rabu | 07-09-2016 | 08:00 WIB
analisis-intelijen2.jpg Honda-Batam

Analis Militer dan Intelijen, Connie Rahakundini Bakrie.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Analis Militer dan Intelijen, Connie Rahakundini Bakrie, mengingatkan kalangan DPR untuk tidak ikut-ikutan menjadikan Badan Intelejen Negara atau BIN menjadi recyle bin (tempat pembuangan file di komputer red) atau keranjang sampah para pejabat.

BIN kata Connie adalah lembaga tinggi negara yang harus dikepalai oleh seorang yang benar-benar ditempatkan untuk kepentingan negara dan bukan sekedar memenuhi politik dagang sapi. "Ini saya melihat BIN sudah menjadi recylye BIN atau keranjang sampah," katanya kepada awak media di Jakarta, Selasa (6/9/2016).

Connie menyatakan ini terkait diusulkannya nama Komjen Pol. Budi Gunawan atau BG oleh Presiden Jokowi sebagai calon Kepala BIN untuk menggantikan Sutiyoso. Rencana ini pun telah disikapi DPR setelah menerima surat usulan Presiden yang disampaikan oleh Mensesneg Supratikno, beberapa waktu lalu.

Melanjutkan pernyataannya, Connie bahkan melontarkan sindiran kalau situasi politik di Indonesia saat ini memang banyak politik dagang sapi, dan itu secara politis tidak bisa dibantah.

"Dan itu saya memahami. Tapi yang saya tidak mengerti, di era Jokowi sekarang BIN telah menjadi penampungan atau tempat sampah dari orang-orang yang harus punya posisi tapi tidak tahu mau di posisi apa dia ditempatkan," ujarnya.

Menempatkan orang karena politik dagang sapi sebagai dirut BUMN, komisaris BUMN dan jabatan lain yang tidak strategis menurut Connie masih bisa dipahami. Namun ada posisis strategis, seperti Menlu, Mendagri, Menhan dan Kepala BIN, yang sama sekali tidak boleh terkait dengan kepentingan partai atau orang yang terlalu dekat dengan partai, atau hanya karena bargaining politik.

"Semua orang tahu hubungan PDIP, Megawati dan Budi Gunawan. Secara psikologis itu manusiawi, kalau ada yang hubungan seperti itu. Tapi kalau itu yang menjadi alasan BG menjadi kepala BIN, maka BIN akan susah menjadi mentiti mandri," tambahnya.

Lebih lanjut, Connie mendesak agar DPR tidak ikut-ikutan menjadikan BIN sebagai keranjang sampah politik Jokowi. "Saya ingatkan, agar DPR jangan ikut jadikan BIN keranjang sampah," tandasnya.

Lebih lanjut Connie menjelaskan negara harus bisa benar-benar memahami fungsi basic dari BIN yaitu dalam bahasa awamnnya adalah wikipedia atau google nya sebuah negara. Negara dapat menanyakan segala yangdibutuhkan mulai dari masalah dalam negeri, masalah luar negeri, kontra intelejen, komunikasi daninformasi, intelejen ekonomi dan segalanya kepada BIN dan hasilnya harus maksimal.

"Fungsi basic yang kedua yaitu terkait bidang luar ngeri dan kontra intelejen, yang merupakan kepanjangan tangan negara. BIN memiliki hak dan kemampuan dibawah perlindungan negara adalah melakukan hal yang tidak mungki. Menggoncang ekonomi sebuah negara dan lainnya itu ada peran BIN disana. Jadi tidak sembarangan," jelasnya sambil menambahkan, makanya di seluruh dubes ada BIN.

Pemerintah, menurutnya, jangan pernah berpikir untuk menjadikan BIN seperti lembaga intelejen jaman dulu yang bisa memata-matai teman atau lawan. BIN lanjutnya memiliki tugas dan tanggungjawab kepada negara untuk menghadapi berbagai tantangan dan perang global. Dan untuk itu BIN katanya harusnya terus meningkatkan kapasitas.

"Aturan main BIN sangat dinamis. Makanya orangnya harus berlatar belakang militer. Bukan saya underestimate sipili atau polisi tapi karena miliki mendapatkan pendidikan fungsi intelejen. Militer juga selalu ditempatkan di atase militer kedutaan Indonesia di luar negeri yang juga memiliki fungsi intelejen. Sipil boleh saja, tapi tidak boleh asal sipil, tapi seorang yang memiliki pendidikan dan latar belakang intelejen," jelasnya.

Intelejen yang dibutuhkan BIN, kata Connie, adalah intelejen militer bukan intelejen polisi. Di banyak negara seperti CIA, Mi6, Mosad dan lainnya, dasarnya juga semua militer.

"Namun militer juga harus disesuai dengan kebutuhannya. Seperti Sutiyoso memang dia memiliki kemampuan dan latar belakang, tapi kemampuannya sudah tidak sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya dia seorang pilot F5 yang handal, tapi sekarang kita minimal butuh seorang pilot yang memiliki kemampuan minimal F16 atau kalau perlu F35," tambahnya lagi.

Selain itu, intelejen zaman modern juga memerlukan link atau koneksi. Tidak bisa seorang mengaku intelejen tapi dia kuper atau kurang pergaulan. Kalau orang berlatar belakang militer, mereka pernah melakukan tugas militer seperti di atase pertahanan atau tugas lainnya.

"Saya sendiri respek dengan karier Budi Gunawan, tapi bukan disitu tempatnya," katanya lagi.

Ditanyakan alasan kenapa BG yang oleh Jokowi dianggap tidak pantas menjadi kapolri tapi pantas menjadi kepala BIN, padahal BIN adalah lembaga yang memegang kerahasian negara, Connie mempersilahkan menanyakan hal itu kepada Jokowi.

"Yang jelas dalam perang survival di internal Polri, BG telah kalah berperang melawan Tito Karnavian. Ini juga jelas ada politik balas Budi," tandasnya.

Editor: Surya