Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kasus Korupsi Percetakan Sawah di Lingga

Vonis Pukul Rata, Dipertanyakan Kredibelitas Putusan
Oleh : Charles/TN
Rabu | 01-06-2011 | 17:33 WIB
Dedi_Julfriadi_Nur_Kepala_dinas_Pertaniaan_Lingga_yang_divonis_1_tahun_4_bulan_Penujara.JPG Honda-Batam

Terdakwa Dedi Jufriadi Nur, terdakwa kasus korupsi Percetakan Sawah di Lingga, yang juga Kepala Dina Pertanian Kabupaetn Lingga, saat mendengar putusan hakim, di PN Tanjungpiang, Rabu 1 Juni 2011. (Foto: Charles).

Tanjungpinang, batamtoday - Vonis pukul rata atas Lima terdakwa kasus korupsi proyek percetakan sawah tahap ke II kabupaten Lingga, masing-masing 1 tahun 4 bulan penjara oleh Majelis Hakim di PN Tanjungpinang, Rabu, 1 Juni 2011, menimbulkan pertanyaan atas kredibelitas putusan tersebut yang sama sekali tidak mempertimbangkan masing-masing peran terdakwa dalam kasus yang diadili.

Kelima terdakwa juga dituntut Jaksa penuntut Umum (JPU) seragam, semuanya rata, 2 tahun penjara 24 bulan penjara. 

Dan para terdakwa pun menyahut kompak menerima putusan tersebut.

Sehingga atas tuntutan dan vonis yang seragam tersebut, serta kompaknya para terdakwa menerima putusan, menimbulkan dugaan kalau proses persidangan sudah digelar dengan sangat mekanistik dan penuh sandiwara.

Kelima terdakwa yang diputus majelis hakim yang diketuai Setya Budi tersebut masing masing, adalah, Dedi Julfriadi Nur selaku Penguna Anggaran (PA) dan juga Kepala Dinas Pertanian Kabupaetn Lingga, Ir Roni (Konsultan proyek), Sularso PPK Proyek, Ahmad Azhari selaku PPTK Proyek, dan M Afrizal (kontraktor).

Kelima terdakwa juga dikenakan hukuman denda, juga rata, Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan penajara. hanya kontraktor, yakni terdakwa Afrizal yang mendapat hukuman tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp544 juta, yang jika tidak dibayarkan setelah perkara mendapat kekuatan hukum tetap (inkracht) akan dikenakan hukuman pengganti 6 Bulan penjara.

Menanggapi putusan majelis hakim atas kasus korupsi ini, Direktur Eksekutif Lembaga Pendidikan Penegakan Hukum Indonesia (LPPI), August Hamanongan Pasaribu, kepada batamtoday mengatakan pengadilan atas kasus ini semua tampak semua sudah benar.

"Semuanya tampak benar, benar secara hukum acara, tetapi apakah benar secara substansial, ini yang perlu dipertanyakan, Apalagi dalam kasus ini ada penyertaan, jadi apakah setiap orang yang terlibat dalam kasus tersebut mempunyai peran yang sama? Apakah hakim sama sekali tidak mempertimbangkanya," kata August bertanya kritis.

Pertanggungjawaban hukum tiap-tiap pelaku dalam kasus korupsi tersebut jelas berbeda-beda, meski kesemuanya dapat dipandang sebagai pelaku, tetapi tanggungjawab hukumnya tidak bisa sama.

"Jaksa juga menuntut seragam, yaa, hakim ikutan kasi vonis seragam, demikian juga dengan para terdakwa, kompak menerima, meski mungkin ada terdakwa yang peranya lebih kecil dan menikmati hasil korupsinya lebih sedikit, yaa terima saja, karena sudah sangat terlihat kalau persidangan digelar sangat mekenistik, by remote control," terang August.

Dia mencontohkan, tuntutan jaksa dua tahun atau 24 bulan, divonis hakim 16 bulan, jadi lebih ringan sepertiga, semuanya nampak sudah sesuai dengan hukum acara dan hukum tidak tertulis dalam dunia peradilan, ujar August.

"Semuanya tampak sudah benar. Tetapi di dalam proses persidangan tersebut sangat terlihat, kalau semua pihak turut mengadili dan memberi putusan, yaa terdakwanya, ya, jaksanya, yaa, hakimnya," tandas August.

Mereka semua bersidang, menggunakan KUHAP, tetapi mencampakan keadilan, kepatutan dan akal sehat, nilai August.