Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bukti Baru, Unta Dipastikan Penyebar Virus MERS
Oleh : Redaksi
Jum'at | 06-06-2014 | 09:54 WIB

BATAMTODAY.COM - BUKTI-bukti pertama bahwa unta menyebarkan virus mematikan Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS) kepada manusia telah ditemukan. Sebuah studi yang diterbitkan di New England Journal of Medicine menemukan adanya virus MERS yang 'identik' pada unta dan pemiliknya.

Sejauh ini sudah ada 681 kasus MERS yang menyebabkan kematian sejak virus itu pertama kali dideteksi pada bulan Juni 2012. Tapi penyebab infeksi ini masih belum jelas.

Dalam sebuah kasus, seorang pria yang dirawat di Rumah Sakit Universitas King Abdulaziz di Jeddah, Arab Saudi memiliki sembilan unta yang sakit sesaat sebelum pria itu terinfeksi. Catatan medis menunjukkan bahwa pria itu berusaha mengobati untanya dengan tetes hidung.

Analisis yang dilakukan terhadap sampel virus yang diambil dari unta dan si pasien menunjukkan bahwa "sekuen genom lengkap dari kedua sampel yang diambil terpisah itu identik," kata laporan tersebut.

Laporan itu menambahkan bahwa, "Data-data ini menyiratkan bahwa kasus infeksi coronavirus MERS manusia ditularkan karena kontak dengan unta yang terinfeksi."

"Semua bukti-bukti menunjukkan bahwa untalah yang menjadi penyebabnya. Ini mungkin pertama kalinya diketahui bahwa sekuen virus ini identik dan hal ini menyiratkan adanya penularan," kata Jonathan Ball, seorang profesor virologi di universitas Nottingham, Inggris kepada wartawan kesehatan dan sains BBC, James Gallagher.

Jumlah kasus kematian akibat MERS kini mencapai 282 orang, jauh lebih tinggi dibanding data sebelumnya. Sejumlah pejabat Kementerian Kesehatan Arab Saudi mengatakan berdasarkan penelitian yang dilakukan bulan lalu, jumlah pasien MERS yang meninggal dunia ternyata bukan 190 tetapi 282 sejauh ini.

Kasus MERS yang tercatat meningkat dari 575 menjadi 688. Saat ini terdapat 53 pasien yang masih dirawat, sementara 353 pasien telah sembuh. Dengan peningkatan jumlah kematian akibat MERS, maka tingkat kematian virus ini di Arab Saudi adalah 41 persen, bukan 33 persen seperti yang diperkirakan sebelumnya.

Peningkatan tersebut semakin menambah kekhawatiran akan MERS yang menyebabkan antara lain batuk-batuk, demam dan pneumonia, lapor wartawan BBC masalah Arab, Sebastian Usher. Hal itu, lanjut Usher, juga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lagi mengenai penanganan virus itu di Arab Saudi.

"Arab Saudi banyak dikecam karena kurang terbuka menerima bantuan ilmiah dari luar negeri yang mungkin dapat mencegah atau bahkan menghentikan penyebaran virus," lapor Sebastian Usher.

Sebelum pengumuman revisi data kematian akibat MERS, pemerintah Arab Saudi memberhentikan wakil menteri kesehatan, tetapi langkah itu dinilai tidak akan mengurangi kecaman terhadap pihak berwenang di sana. Akhirnya, Menteri Kesehatan Abdullah al-Rabiah dipecat terlebih dulu. (*)

Sumber: BBC