Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPD RI Temukan Dana UN 2011 Rp 37 Miliar Diselewengkan
Oleh : Surya Irawan
Rabu | 18-05-2011 | 16:42 WIB

Jakarta, batamtoday - Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menemukan penyimpangan dana Ujian Nasional (UN) tahun 2011 ini sekitar Rp 25 miliar. Perhitungan itu diperoleh dari penyimpangan dana Rp49 ribu yang seharusnya diterima setiap siswa namun yang disampaikan hanya Rp25 ribu.


Demikian disampaikan Ketua Komite III DPD RI, Prof Dr Hj Istibasjaroh MA, kepada wartawan di Gedung DPD/MPR RI Jakarta, Rabu 18 Mei 2011.

 

Istibasjaroh menjelaskan, dana UN yang seharusnya diterima setiap siswa SMU, SMK dan MA sebesar Rp 49 ribu, tapi yang diterima hanya Rp24 ribu, dan jika dikalikan dengan jumlah peserta UN yang berkisar 1.461.941 peserta, maka ada penyimpangan dana sekitar Rp25 miliar, terang dia.

 

"Sebenarnya pada tahun 2010 lalu juga terdapat penyimpangan dengan jumlah yang sama, tapi tidak ditindaklanjuti oleh Kemendiknas," tambah Istibasjaroh.

“Saya sudah tanyakan tentang penyimpangan dana UN itu ke Kemendiknas M Nuh, tapi beliau belum bisa menjelaskan. Padahal, hal itu juga terjadi pada UN 2010 lalu,” jelas Istibasjaroh.

Sementara itu secara nasional, total siswa yang tidak lulus dalam UN 2011 mencapai 16.098, sedangkan siswa yang lulus 1.450.498. Jumlah ketidaklulusan siswa itu terdiri dari siswa SMA/MA sebanyak 11.443 (0,78%) dan siswa SMK 4.655 (0,49%). UN kali ini diikuti 1.461.941 peserta SMA/MA dari 16.835 sekolah, dan 942.698 peserta SMK dari 8.074 sekolah.

Kalau saja penyimpangan dana itu melibatkan 1.461.941 siswa, maka jumlah dana yang diduga dikorupsi dalam UN tersebut mencapai sekitar Rp 37 miliar. Lalu kemana saja uang sebesar itu mengalir?  Istibsjaroh sudah mengkonfirmasi ke M Nuh, namun Kemendiknas itu belum bisa merinci untuk kepetningan apa saja dana yang diselewengkan tersebut.

Bahkan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) pun ternyata juga demikian, yaitu tidak sampai kepada siswa. Padahal, jumlahnya puluhan miliar rupiah. Semua itu harus dipertanggungjawabkan, karena menyangkut pendidikan khususnya anak-anak yang tidak mampu dan malah miskin.

Sementara itu menurut Wakil Ketua Komite III DPD RI Ahmad Jazuli, pelaksanaan UN tahun 2012 tetap harus dipertimbangkan untuk dilaksanakan atau ditunda saja, karena kemampuan daerah tidak sama. Meski Kemendiknas menerapkan penilaian terpadu antara UN dan UAS (ujian akhir sekolah, tapi tetap tidak sempurna.

Ia menemukan fakta di lapangan jika penilaian itu di beberapa daerah justru tambah rumit, karena melibatkan banyak komponen. Di tingkat SMK nilai kelulusan dipengaruhi oleh uji nilai praktek dan teori, nilai sekolah teori dan praktek, nilai rapor serta nilai UN.

“Itu dikeluhkan sebagai beban bagi pendidik. Juga turunnya jumlah pengaduan atas pelaksanaan UN berdasarkan data posko Kemendiknas, sebanyak 105 dibandingkan tahun lalu sebanyak 846,” ujar Jajuli.

Dengan demikian lanjut Jajuli, perlu dievaluasi lebih mendalam untuk memastikan apakah jumlah pengaduan masyarakat tersebut berkorelasi denganmeningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia. Sebab, masih terdapat 5 provinsi yang mendapat nilai di bawah standar UN, sehingga pelaksanaan UN itu perlu dievaluasi.