Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemintaan Sita Aset Tanah dan Bangunan Direktur Perusahaan PT RBB Ditolak Pengadilan
Oleh : Charles Sitompul
Rabu | 19-02-2014 | 17:44 WIB
prasetyo_pn_pinang.jpg Honda-Batam
Ketua Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang Prasetyo Ibnu Asmara SH MH.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Ketua Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang Prasetyo Ibnu Asmara SH MH mengatakan, hingga saat ini pihaknya tidak dapat mengabulkan permintaan eks-buruh PT Rotarindo Busana Bintan (PT RBB) dalam hal melakukan sita jaminan aset dan lahan serta bangunan bekas perusahaan itu yang terletak di Jalan Wonosari No 01 KM 7 Kelurahan Melayu Kota Piring, Kecamatan Tanjungpinang Timur.

"Intinya kita berpegang pada ketentuan hukum yang berlaku, dan setelah kita pelajari apa yang menjadi permintaan pihak buruh PT RBB, untuk melakukan sita jaminan pada asset pribadi direktur perusahaan itu atas gugatan perdata buruh terhadap pesangon mereka belum dapat kita kabulkan karena objek sengketanya berbeda," jelas Prasetyo kepada wartawan di PN Tanjungpinang, Rabu (19/2/2013).

Dia menjelaskan sesuai dengan aturan hukumnya, penyitaan terhadap aset perusahaan khususnya dalam sengketa perburuhan dan sesuai dengan gugatan buruh, hanya dapat dilaksanakan atas milik perusahaan saja, namun tidak bisa dilakukan terhadap harta milik pribadi dari pemilik maupun direktur perusahaan bersangkutan.

"Kecuali perusahaan tersebut berbadan hukum CV, maka bila terjadi persengketaan dengan pihak karyawan atau buruh, seluruh harta kekayaan pemilik CV itu bisa disita untuk menutupi kewjiban pembayaran perusahaan kepada karyawannya," kata Prasetyo.

Sebagaimana diketahui, ratusan mantan karyawan PT RBB yang sebelumnya dinyatakan telah memenangkan gugatan perdata atas pembayaran pesangon dan gaji, berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI, dengan total yang harus dibayar perusahaan mencapai Rp1,6 miliar lebih.

Namun kendala kembali terjadi, ketika dilakukan penyitaan terhadap aset perusahaan yang akan dijual sebagai dana pembayaran tuntutan, karena dari sejumlah aset perusahaan berupa bangunan dan lahaa, sesuai dengan surat kepemilikannya telah dipindahnamakan Direktur Utama PT RBB, Deddy alias Abun, sebagai milik pribadi dan bukan perusahaan.

Atas permasalahan ini, ratusan eks buruh PT RBB menggelar aksi demo di halaman Kantor Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Kamis (13/2/2014). Mereka menuntut agar sejumlah aset benda tidak bergerak milik perusahaan itu disita.

"Kami meminta ketegasan Ketua PN Tanjungpinang termasuk juru sita agar tidak ragu meletakkan sita yang telah ditetapkan Ketua Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Tanjungpinang dengan Nomor : 04/ Pen/ Eks.G/ 2013/ PHI.PN.TPI tertanggal 04 Mei 2013 lalu," kata Ketua DPC FSPSI - Reformasi Kota Tanjungpinang, Cholderia Sitinjak mewakili eks buruh PT RBB.

Sebelum melaksanakan demo ke PN Tanjungpinang, juru sita pengadilan sebelumnya juga batal melakukan penyitaan seumlah aset lahan dan bangunan bekas PT.RBB di Jalan Wonosari No 01 KM 7, Kelurahan Melayu Kota Piring, Kecamatan Tanjungpinang Timur, beberapa waktu lalu, lantaran kuasa hukum PT RBB menyatakan jika lahan dan bangunan yang menjadi obytek penyitaan, merupakan milik pribadi Eddy alias Abung dan hal itu dibuktikan dengan sertifikat asli hak milik Nomor 1258 Tahun 1999 atas nama Abun alias Dedy berikut surat IMB PT RBB.

Perkara ini berangkat dari peradilan khusus (Pengadilan Hubungan Industrial) bukan perdata umum dan permasalahan/ kasus ini menurut UU no. 2 tahun 2014 harus selesai diperiksa di MA dalam waktu hanya 30 hari.

Sementara menurut Kuasa Hukum Buruh Cholderia Sitinjak SH mengatakan dalam putusan Mahkamah Agung RI Reg. No. 519 K/ Pdt - Sus/ 2009 tertanggal 26 Mei 2010 Jo putusan pengadilan hubungan industrial Tanjungpinang, Reg. No. 23/ Pdt/ 2008/ PHI.PN.TPI tertanggal 21 Januari 2009 dan putusan PK MA no. 53 PK/ Pdt. Sus/ 2012 tanggal 15 Mei 2012 telah diterima dan masalah ini sudah tamat sehingga tidak ada upaya hukum lagi.

Menurut dia, sesuai UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam pasal 97 ayat 2, 3 dan pasal 100 menyatakan bahwa direktur yang beritikad tidak baik, melakukan kesalahan, kekeliruan dan lalai, maka wajib bertanggung jawab secara pribadi.

"Artinya, eksekusi dapat dilaksanakan terhadap harta pribadi seorang direktur dan keberatan pihak ketiga dalam permasalahan ini tidak beralasan, karena Abun alias Dedy bukanlah pihak ketiga, maka hak melakukan Derden Verzet tidak ada melekat padanya," katanya.

Editor: Dodo