Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hasil EDOHP

Dianggap Lemah, Kepri Akan Dilakukan Pendampingan
Oleh : Surya Irawan
Kamis | 28-04-2011 | 19:23 WIB

Jakarta, batamtoday - Anggota Tim Pakar EDOHP Alberto D Hanani mengatakan, tim pakar merekomendasikan agar Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dilakukan pendampingan secara intensif terkait hasil evaluasi daerah otonom hasil pemekaran (EDOHP) Provinsi Kepri yang berada di peringkat lima, dibawa Provinsi Sulawesi Barat.

Pendampingan akan dilakukan terhadap masalah peningkatan kesejahteraan rakyat dan daya saing yang dianggap sangat rendah. Dalam EDOHP indikator kesejahteraan rakyat di Kepri hanya sekitar 30,63 persen dan daya saing sekitar 37,52 persen.

"Tim pakar merekomendasikan adanya pendampingan pada indikator yang lemah saja, kalau Kepri lemahnya di kesejahteraan masyarakat dan daya saing maka yang dilakukan pendampingan, soal itu saja tidak keseluruhan,' kata Albertino.

Menurut Albertino, meskipun Kepri ditetapkan sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK) Batam, Bintan dan Karimun dengan fasilitas kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (FTZ), tetap tidak bisa meningkatkan daya saing daerah. Sebab, Kepri tidak memiliki mengenai daya saing seperti data mengenai transparansi, perda tata ruang dan investasi sendiri.

"Di Kepri itu banyak penyeludupan, narkotika dan termasuk bea cukai tidak memberikan data apapun. Meski sebagai kawasan perdagangan bebas, faktanya data investasi tidak ada. Itu fakta di lapangan, daya saing Kepri sangat rendah," katanya.

Sedangkan Wakil Ketua Tim Pakar EDOHP Mukhlis Hamdani menambahkan, pembinaan terhadap daerah otonom hasil pemekaran (DOHP) dilakukan pada provinsi, kabupaten/kota dengan peringkat rendah atau bawah. "Dengan pembinaan ini agar daerah otonom baru yang akan dibuat lebih rasional, karena ketika dibentuk akankah lebih baik, malahan banyak kecenderungan daerah yang dibentuk banyak yang gagal," kata Muklis.

Terkait masalah daya saing dari 7 provinsi EDOHP, daya saing Kepri (37,52 %) masih dibawa Sulawesi Barat (59,58 %), Maluku Utara (47,85 persen) dan Gorontalo (40,00 %) dan . Akibatnya, investor kurang meminati untuk menanamkan modalnya di Kepri, meskipun Kepri didukung sebagai FTZ dan memiliki kapasitas fiskal yang memadai. Kepri hanya unggul dari Banten (37,38 %), Papua Barat (19,61 %) dan Bangka Belitung (17,00 %).

Sedangkan mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat, upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kepri hanya sekitar 30,63 persen, atau jauh tertinggal dari Sulawesi Barat (66,49 %) dan Gorontalo 65,88 persen. Bangka Belitung dan Banten mengenai indikator daya saing masih dibawa Kepri, tetapi mengenai peningkatan kesejahteraan masyarakat mengunggul Kepri, yakni 64,00 persen untuk Bangka Belitung dan 60,76 persen untuk Banten.

Masalah peningkatan kesejahteraan di Kepri juga kalah dengan Provinsi Maluku Utara sebesar 47,20 persen. Dibandingkan dengan 7 provinsi daerah otonom hasil pemekaran 1999-2009 lainnya, Kepri hanya menggungguli Papua Barat yang tingkat pelayanan kesejahteraan rakyatnya hanya 26,61 persen.

 

TABEL : PERINGKAT HASIL EVALUASI PROVINSI PEMEKARAN

 

Provinsi

 

 

Kesejahteraan Masyarakat

 

 

 

30 %

Good Governance

 

 

 

25 %

Pelayanan Publik

 

 

 

25 %

Daya Saing

 

 

 

20 %

Total

Rangking

 

 

Maluku Utara

47,20

55,30

73,31

47,85

55,58

1

Gorontalo

65,88

64,81

29,38

40,00

51,31

2

Bangka Belitung

64,00

41,48

66,66

17,00

49,64

3

Sulawesi Barat

66,49

26,39

32,90

59,78

46,73

4

Kepulauan Riau

30,63

74,53

45,27

37,52

46,64

5

Banten

60,76

27,45

48,00

37,38

44,57

6

Papua Barat

26,61

19,08

33,25

19,61

24,99

7