Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

PSK Blitar Dapat 'Uang Pensiun' Rp10 juta
Oleh : Redaksi/TN
Sabtu | 23-04-2011 | 09:00 WIB

Blitar, batamtoday - Pemerintah Kabupaten Blitar akan memberikan 'uang pensiun' kepada sekitar 200 PSK di wilayah tersebut, terkait rencana Pemkab Blitar yang akan melakuan pelarangan praktek prostitsi di tanah  Kelahiran Bung Karno tersebut.

Pemberian 'uang pensiun' tersebut sebagai upaya penanganan Pemkab Blitar atas nasib para PSK seusai berhenti beroerasi. Uang pensiun yang diberikan besarnya antara Rp5-Rp10 juta per orang.

"Dana tersebut diberikan sebagai bentuk pembinaan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Blitar terhadap penghuni lokalisasi yang meninggalkan profesi lamanya," ujar Wakil Ketua Komite Pelarangan Prostitusi dan Penanganan Wanita Tuna Susila dan Pria Tuna Susila (KP3 WTS/PTS) Kabupaten Blitar,  Hendi Budi Yuantoro, Jumat 22 April 2011.

Hendi menandaskan bahwa Pemkab Blitar tidak akan mengubah kebijakannya untuk menutup lokalisasi di Kabupaten Blitar. Dan sesuai dengan janji dan kesepakatan awal, seluruh kegiatan di lokalisasi akan diakhiri pada  bulan Juni 2011 mendatang.

"Untuk itu Pemkab akan memberikan 'uang pensiun' kepada para PSK, dan diharapkan dana tersebut dapat dijadikan modal setelah tidak lagi praktek," jelas Hendi.

Dari pembinaan yang dilakukan KP3 WTS PTS diketahui jika 200 PSK yang tersebar di komplek pelacuran Poluhan, Kecamatan Srengat, lokalisasi Tanggul, Desa Pasirharjo, Kecamatan Talun dan lokalisasi Ngreco, Kecamatan Selorejo  memiliki beragam cita-cita.

Setelah 'skill' menjual diri mereka diakhiri, kepada petugas Pembina, tidak sedikit  wanita tuna susila  yang menyatakan berharap bisa memiliki usaha tata rias kecantikan, termasuk menjadi penjahit. "Ada pula yang berniat membuka warung makanan di kampungnya," terang Hendi.

Dari diskusi yang dilakukan  KP3 WTS/PTS dengan Badan Pusat Statistik (BPS) setempat diketahui jika untuk usaha kecil menengah (home industri) modal awal yang dibutuhkan mencapai Rp 4-5 juta.

Selain mendirikan warung, eks PSK ini juga memerlukan modal untuk mengisi dagaganya. Sedangkan untuk menjadi seorang penjahit, dana minimal yang diperlukan sebesar Rp 3-5 juta. Selain untuk membeli alat produksi (mesin jahit), setiap penjahit masih bergantung pada dana operasional awal.

"Dalam hal ini kebutuhan terbesar ada pada usaha salon yang membutuhkan anggaran Rp 7,5 juta- Rp 10 juta," terang Hendi.

Secara tekhnis, para eks PSK ini tidak dilepas begitu saja. Mereka akan terus didampingi hingga dianggap benar-benar mampu berdikari.

"Pada fase sebelum mandiri ini kita juga mewacanakan program jaminan hidup (jadup). Yakni diberikan kepada PSK setiap bulan sampai benar-benar bisa mandiri," terangnya.

Namun, lanjut Hendi, seluruh dana yang dikucurkan nanti hanya khusus untuk PSK yang tercatat sebagai warga Kabupaten Blitar. Jumlahnya sebanyak 50an orang. Untuk PSK warga luar Blitar, KP3 akan mengembalikan ke masing-masing daerah.
"Dalam hal ini kami koordinasi dengan daerah masing-masing, termasuk propinsi Jawa Timur," pungkasnya.

Sementara itu, direktur NGO The Post Institute Mawan Mahyuddin berharap langkah yang dilakukan KP3 WTS PTS jangan sampai mengebiri hak dari para PSK. Jangan sampai penutupan tersebut justru akan menimbulkan permasalahan baru.

"Misalnya semakin meluasnya praktik prostitusi liar, itu juga patut diwaspadai. Yang perlu diingat, mereka (PSK) memiliki hak hidup yang setara," ujarnya singkat.