Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Survei KPK, Suap dan Gratifikasi Masih Marak di Kementerian dan Pemda
Oleh : Redaksi
Kamis | 23-01-2025 | 20:24 WIB
gedung-kpk162.jpg Honda-Batam
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Survei yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyimpulkan suap dan gratifikasi masih marak terjadi di kementerian/lembaga (K/L) serta pemerintah daerah.

Hal itu disampaikan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam acara Peluncuran Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 di Gedung Juang Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (22/1/2025).

"Suap dan gratifikasi masih terjadi, 90 persen di kementerian/lembaga, plus 97 persen pada pemerintah daerah (provinsi, kota dan kabupaten)," ujar Pahala.

Ia menjelaskan peningkatan tersebut bukan hanya berdasarkan laporan eksternal, tetapi juga pengakuan dari pihak internal yang mengalami lonjakan cukup tajam.

Sebanyak 36 persen responden internal yang telah disurvei mengatakan pernah melihat atau mendengar pegawai menerima pemberian dalam bentuk uang/barang/fasilitas dari pengguna layanan dalam satu tahun terakhir.

"Angka ini naik 10 persen dari tahun sebelumnya. Pegawai internal menyatakan pernah melihat suap dan gratifikasi dari pihak swasta atau masyarakat sebagai pengguna layanan," imbuhnya.

Jika dilihat dari hasil survei, tutur Pahala, statistik menunjukkan pengguna layanan pernah memberikan sesuatu kepada petugas tanpa kesepakatan (gratifikasi) dan dengan kesepakatan (suap/pungutan liar).

Persentasenya pun hampir berimbang, yakni 50,05 persen untuk gratifikasi dan 49,95 persen dari suap atau pungli.

Pahala mengatakan survei yang dilakukan KPK juga mengungkap berbagai pola suap dan gratifikasi yang masih terjadi di lapangan, seperti dari sisi jenis pemberian, masih ditemukan suap/gratifikasi dalam bentuk uang dengan persentase mencapai 69,70 persen, serta jenis lainnya meliputi barang (12,59 persen), fasilitas/entertainment (7,68 persen) dan kategori lain (10,03 persen).

Responden eksternal menyatakan alasan pemberian suap/gratifikasi sebagian besar adalah sebagai ungkapan terima kasih dengan persentase tertinggi mencapai 47,21 persen.

Kemudian untuk mendapatkan perlindungan (17,52 persen); untuk membangun relasi (15,51 persen); dan karena rasa sungkan atau tidak enak (14,22 persen).

"Responden eksternal ini juga mengungkap informasi mengenai kewajiban memberikan sesuatu umumnya berasal dari informasi petugas (42,07 persen), yang disusul dengan inisiatif pribadi (22,3 persen), serta tradisi/lumrah menjadi alasan lain yang sering disebutkan (16,65 persen)," ungkap Pahala.

Berkaca dari temuan tersebut, KPK mengajak seluruh elemen masyarakat, baik di sektor pemerintah maupun swasta, untuk terus mendukung upaya pemberantasan korupsi.

Satu di antaranya dengan tidak menjadi pemberi dan penerima suap/gratifikasi.

Pahala menambahkan KPK juga mendorong komitmen para pimpinan organisasi di lembaga pemerintah untuk terus melakukan perbaikan dan perubahan melalui teladan integritas dan penerapan sistem pencegahan korupsi di lembaganya.

Indeks integritas nasional Indonesia tahun 2024 mendapat skor 71,53, masuk kategori kuning (waspada). Angka tersebut mengindikasikan situasi yang masih rentan terhadap praktik korupsi.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Yudha