Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menjaga Stok dan Stabilitas Harga Beras Bagi Rakyat Indonesia
Oleh : Opini
Jumat | 22-09-2023 | 16:52 WIB
STOK_BERAS.gif Honda-Batam
Ilustrasi stok beras Indonesia. (Foto: Ist)

Oleh Nana Gunawan

SAAT ini Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mencukupi cadangan (stok) beras melalui kebijakan mengimpor beras sebanyak 400.000 ton dari Vietnam dan Thailand, serta 250.000 ton dari Kamboja. Impor ini dilakukan tidak hanya untuk menjaga stok, melainkan untuk menjaga harga beras agar tetap stabil di pasaran.

Darurat stok ini berpotensi terjadi karena turunnya produksi beras, tingginya harga gabah dan beras, kritisnya sumber-sumber utama air irigasi, dan mundurnya musim tanam I. Dalam kasus ini, Pemerintah harus Bersiap menghadapi kemungkinan terburuk.

Badan Pertanian dan Pangan Dunia (FAO) mencatat bahwa indeks harga beras global telah menyentuh 142,4 poin pada Agustus 2023 lalu, yang artinya telah mencapai rekor kelangkaan tertinggi dalam kurun 15 tahun terakhir. Kelangkaan ini berpotensi meningkat dalam waktu dekat jika beberapa negara di dunia seperti India telah melarang ekspor beras demi memenuhi kebutuhan domestiknya. Sementara, beberapa negara lain juga telah memberikan sinyal akan melakukan langkah serupa.

Sedangkan, di dalam negeri harga beras sudah mulai mengalami kenaikan sejak Juli 2022 lalu akibat kemarau panjang fenomena El Nino yang diperkirakan akan berlangsung sampai tahun 2024 serta adanya kenaikan harga pupuk akibat perang antara Rusia dengan Ukraina.

Kekeringan lahan sawah akibat kemarau panjang saat ini sedang dialami oleh beberapa Provinsi, diantaranya Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, NTT, NTB, dan Papua. Sedangkan provinsi lainnya mengalami kekeringan level rendah. Hal ini tentunya mengakibatkan harga beras premium mengalami kenaikan pada Januari 2023 dari Rp13.140/kg menjadi Rp14.230/kg pada September 2023. Sementara beras jenis medium naik dari Rp11.550/kg pada Januari 2024 menjadi Rp 12.580/kg pada September 2023.

Kenaikan harga beras ini telah menyumbang 0,41 persen dari 0,92 persen kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang berkontribusi terhadap 3,7 persen tingkat inflasi tahunan pada Agustus 2023.

Sekretaris Perum Bulog, Awaludin Iqbal mengatakan, pihaknya yakin target impor 1,2 juta ton CBP pada akhir tahun 2023 akan terpenuhi dan dapat mendistribusikan 630.000 ton paket bansos beras kepada 23,5 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) secara bertahap.

Kebijakan impor ini merupakan pilihan tepat yang harus dilakukan pada tiga bulan terakhir 2023 oleh Pemerintah karena sudah memprediksi produksi beras akan lebih rendah dari konsumsi pada akhir tahun.
Awaludin menambahkan bahwa beras impor kini telah disebarkan ke pasar-pasar untuk mengintervensi harga beras dengan mengedepankan gerakan nasional penanganan El Nino, menyebarkan beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pasar), serta bantuan pangan beras selama bulan September, Oktober, dan November.

Adapun gerakan nasional penanganan dampak El Nino merupakan wujud Pemerintah dalam penambahan luas tanam 500.000 hektar di 10 Provinsi dan 100 Kabupaten yang mulai ditanami pada Agustus-September 2023. Selain itu, gerakan ini mengkoordinasi pelaksanaan penanggulangan dampak El Nino, pemetaan dan pendataan calon petani, penyediaan sumber pengairan, pendistribusian benih dan pupuk, pengawalan asuransi dan pembiayaan, pengendalian organisme dan penanganan kekeringan, serta penanganan panen dan pasca panen.

Kepala Badan Pangan Nasional (NFA), Arief Prasetyo mengatakan bahwa saat ini Pemerintah terus berupaya meredam kenaikan harga beras, salah satunya dengan cara menggelontorkan CBP ke Pasar Induk Beras Cipinang dan pasar-pasar tradisional lainnya.

Berkat Upaya tersebut, Pemerintah berhasil menurunkan harga beras jenis medium pada 14-19 September 2023 dari Rp12.580/kg menjadi Rp12.256/kg. Jika diperlukan, maka bantuan beras tahap II akan digulirkan oleh Pemerintah. Selain itu, penambahan pasokan beras di Pasar Induk Beras Cipinang dan pasar tradisional lainnya akan ditingkatkan.

Di sisi lain, Pemerintah memiliki alternatif kebijakan lain yang bisa dijadikan solusi untuk meredam gejolak kenaikan harga beras di pasaran, yaitu rutin melakukan evaluasi dan monitoring terhadap impor beras secara berkala, mengoptimalkan percepatan pemasukan importasi beras dari berbagai negara untuk kepentingan pasokan cadangan beras Pemerintah, melakukan tata Kelola importasi yang mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta melakukan operasi pasar langsung kepada konsumen dan aparat penegak hukum agar mengedepankan azas ultimum remidium dalam pengawasan tata niaga beras.

Polemik beras yang berkepanjangan berpotensi menimbulkan konflik yang lebih serius di kemudian hari, seperti pelayanan publik terganggu, inflasi, meningkatknya angka kemiskinan, serta terganggunya stabilitas keamanan dan sosial.

Oleh sebab itu, saat ini Pemerintah melakukan berbagai langkah yang diyakini mampu menstabilkan harga beras dalam beberapa waktu ke depan. Dengan melalui berbagai mekanisme, diharapkan Pemerintah juga bisa meyakinkan masyarakat bahwa stok beras di Indonesia cukup sampai tahun 2024 mendatang agar isu komoditas ini tidak rentan dipolitisasi di tengah tahun politik.*

Penulis merupakan Pengamat Ekonomi dari Pershada Institute