Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BPK Akui Sulit Cegah Perjalanan Dinas Fiktif Pejabat dan PNS di Daerah
Oleh : si
Jum'at | 18-05-2012 | 08:34 WIB
Hasan_Basri.jpg Honda-Batam

Wakil Ketua BPK RI Hasan Basri

JAKARTA, batamtoday - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan pesimis bisa mencegah penyelewengan biaya perjalanan dinas para pejabat dan PNS di daerah, meskipun telah diungkapkan adanya temuan penyalagunaan angaran yang dialokasikan di APBD tidak sesuai dengan pengeluaran riil (metode at cost).

"Modusnya adalah adanya perjalanan dinas fiktif, sebagai salah satu cara untuk pengumpulan dana, untuk membiayai kegiatan yang tidak tersedia anggarannya atau untuk menambah kesejahteraan pegawai, atau yang sering disebut sebagai dana taktis," kata Wakil Ketua BPK Hasan Bisri di Jakarta, Jumat (18/5/2012). 

Karena itu, BPK mengaku sulit mengurangi penyelewengan biaya perjalanan dinas para pejabat dan PNS di daerah , sebelum ada penegasan bahwa perjalanan dinas harus sesuai pengeluaran riil. Pada 2010, dugaan penyelewengan biaya perjalanan dinas ditemukan BPK hampir di semua instansi, terutama pemerintah daerah.

"Modus tersebut terutama terjadi pada instansi-instansi pemerintah daerah, karena pemerintah daerah belum menerapkan metode at cost, tapi masih pakai metode lumpsum," katanya.

Selama Pemda di berbagai daerah belum menerapkan metode at cost untuk biaya perjalanan dinas, maka penyelewengan ini tidak dapat dihindari. "Kalau di pemda, saya agak pesimis bisa berkurang, selama belum menerapkan metode at cost. Perjalanan dinas fiktif masih akan banyak terjadinya," katanya.

Berdasar data BPK, terdapat indikasi penyelewengan anggaran perjalanan dinas sebesar 30%-40% dari biaya perjalanan dinas Rp18 triliun yang ditetapkan dalam APBN, selama setahun.

hingga kini pemerintah daerah masih menggunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2009 mengatur standar satuan harga untuk biaya perjalanan dinas di pemerintah daerah ditetapkan dengan keputusan kepala daerah sebagaimana dimanatkan dalam Pasal 39 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Hal tersebut berarti daerah diberi kebebasan untuk menentukan apakah akan menggunakan lum sum (uang yang dibayarkan sekaligus untuk semua biaya seperti transportasi, uang makan, dan lain-lain) atau at cost sesuai dengan kebutuhan. Yang jelas jika ingin mengikuti salah satu mekanisme tersebut harus ditetapkan terlebih dulu dalam Keputusan Kepala Daerah.