Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

PH: P21 Perkara Terkesan Dipaksakan

Jaksa Tak Mampu Buktikan Dakwaan, PN Batam Bebaskan Bambang dan Sularno
Oleh : Paskalis RH
Kamis | 30-04-2020 | 19:04 WIB
bambang-sularno1.jpg Honda-Batam
Terdakwa Bambang dan Sularno (kanan) saat menjalani sidang pembacaan vonis melalui video teleconferce di Kejari Batam, Kamis (30/4/2020). (Foto: Paskalis RH)

BATAMTODAY.COM, Batam - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam, akhirnya membebaskan mantan Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Batam, Bambang Gunawan dan Kepala Pos Kesyahbandaran Tanjunguncang, Sularno dari dakwaan tindak pidana pemalsuan dokumen kapal, Kamis (30/4/2020).

Majelis hakim Christo EN Sitorus, Marta Napitupulu dan Egi Novita menyatakan kedua terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum.

Majelis hakim menilai, surat dakwaan yang diajukan jaksa, baik saksi maupun alat bukti yang dihadirkan ke persidangan tidak dapat memenuhi unsur pidana sesuai pasal yang didakwakan penuntut umum.

"Menyatakan terdakwa Bambang dan Sularno tidak terbukti sacara sah dan meyakinkan bersalah melanggar dakwaan primer dan subsider yang didakwakan penuntut umum. Membebaskan para terdakwa dari segala jeratan hukum. Memerintahkan agar para terdakwa segera dibebaskan dari tahanan setelah putusan ini diucapkan," kata Christo, membacakan amar putusan lewat sidang online.

Sementara penasehat hukum terdakwa, Johan Sembiring mengatakan, putusan bebas yang dijatuhkan majelis hakim sudah sangat layak, karena ini merupakan salah satu bukti belum adanya sinergitas antar penegak hukum di Indonesia.

"Sedari awal kami sudah sangat yakin, kalau klien kami tidak bersalah dalam kasus ini. Perkara ini terkesan dipaksakan oleh pihak penyidik," kata Johan Sembiring, usai mengikuti persidangan secara online di Kejari Batam.

Lebih lanjut, kata Johan, dari putusan ini menunjukan ada perbedaan pemahaman antara penyidik Kepolisian, Kejaksaan, Kesyahbandaran dan pengadilan terkait penahanan kapal.

Lanjutnya, dalam persidangan mereka mebuktikan perkara ini adalah proses yang benar terkait penahanan kapal harus melalui perintah tertulis dari Pengadilan. "Dari awal kami tetap mempertahankan kebenaran terkait penahanan kapal itu harus melalui perintah tertulis dari pengadilan. Itulah yang kami buktikan dalam persidangan ini," tutupnya.

Memang, selama proses persidangan Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan berkas perkara ini lengkap (P-21) dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia, yakni Jaksa Novika Muzairah Rauf, Yoki Adrianus dan A Yusuf Ibrahim tidak pernah hadir mengikuti proses persidangan yang tengah berlangsung di PN Batam.

Akibat ketidakhadiran JPU dari Kejagung tersebut membuat kewalahan JPU Mega Tri Astuti dari Kejari Batam untuk membuktikan surat dakwaannya. Hal ini terlihat dalam proses persidangan sebelumnya, di mana saksi korban tak hadir ke persidangan tanpa alasan yang jelas. Padahal, telah dilakukan penelusuran ke alamat korban, namun tidak ada di alamat tersebut sejak setahun terakhir sesuai dengan keterangan Ketua RT setempat.

Sementara itu, jaksa Mega Tri Astuti ketika disinggung mengenai putusan bebas ini, dia langsung menyatakan akan melakukan upaya hukum kasasi.

Terkait ketidakhadiran jaksa dari Kejagung dalam proses persidangan terhadap kedua terdakwa, jaksa Mega enggan berkomentar. Ia hanya mengatakan sudah berupaya untuk menghubungi serta memeberitahukan ke para jaksa yang bersangkutan dari Kejagung untuk hadir dalam persidangan.

"Mereka tidak bisa hadir. Alasan mereka karena faktor lockdown yang diterapkan pemerintah sehingga mereka tidak bisa menghadiri proses persidangan," kata Mega.

Usai mendengarkan pembacaan putusan, kedua terdakwa yang mengikuti proses persidangan melalui video teleconference dari Rumah Tahanan (Rutan) Barelang , tampak gembira dan suka cita.

Diurai dalam surat dakwaan, kedua pejabat ini diseret kekursi pesakitan PN Batam, lantaran didakwa memalsukan dokumen kapal MV Seniha-S.

Kasus yang menjerat kedua terdakwa berawal pada tahun 2016. Kala itu, ada pertemuan yang dihadiri calon pembeli Dicki, Ira, Raef Sharaf El Din (DPO) dan dari pihak penjual diwakili saksi Ronald Julianus serta pengacara Frans Tiwow, saksi Suryadi Kesuma selaku Agen PT Jasa Maritim Wawasan Nusantara Andi Baktiar (Komisaris PT PexOcean) untuk membicarakan jual-beli kapal MV Seniha-S berbendera Panama, yang saat itu sedang melakukan perbaikan di Galangan Dry Docks Shipyard Pertama di Tanjungucang Batam.

Dalam proses persidangan terungkap, Raef Sharaf El Din (calon pembeli) meminta tidak perlu mengangkat sita jaminan berupa kapal laut MV Seniha-S IMO 8701519 berbendera Panama yang sedang sebagai objek sita jaminan dalam perkara keperdataan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, tidak perlu membayar biaya labu tambat atau parkir kapal untuk pemasukan ke kas negara.

Sehingga, dalam pembicaraan tersebut kesepakatan untuk menjual kapal laut MV Seniha-S IMO 8701519 berbendera Panama menjadi batal, namun dari pihak Raef Sharaf El Din meminta fotocopi dokumen kapal MV Seniha-S IMO 8701519 berbendera Panama dari saksi Surya Kesuma untuk diemailkan kepada calon pembeli di India.

Seiring berjalannya waktu, saksi Bowale Roy Novan selaku Direktur PT Persada Prima Pratama pada tahun 2015 mendapatkan kuasa dari Bulck Blacksea Inc yaitu Mustafa Erl (sebagai pemilik kapal laut) untuk menjaga, memelihara, pengalihan fisik dan melakukan pengurusan dokumen serta membayar biaya perawatan kapal laut MV Seniha-S.

Hingga pada tahun 2017, Raef Sharaf El Din mengaku sebagai perwakilan Bulk Blacksea Inc di Indonesia meminta para terdakwa untuk dapat menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar dari kantor Pelabuhan Batam terhadap kapal laut MV Seniha-S IMO 8701519 berbendera Panama dengan mengganti nama dan bendara kapal menjadi kapal MV Neha IMO 8701519 berbendera Djibouti.

Dari pertemuan itu, terdakwa Sularno, selaku Kepala Pos Kesyahbandaran Sagulung, Tanjunguncang menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar terhadap kapal MV Seniha-S IMO 8701519 berbendera Panama yang telah diubah nama menjadi kapal MV Neha IMO 8701519 berbendera Djibouti sebanyak dua kali atas perintah terdakwa Bambang.

Setelah keluar penerbitan Surat Persetujuan Berlayar, belakangan diketahui bahwa surat tersebut tidak benar, karena status hukum dari kapal MV Seniha-S IMO 8701519 berbendera Panama masih sebagai objek Sita Jaminan dalam perkara keperdataan di Pengadilan Negeri Batam.

"Atas perbuatan kedua terdakwa, PT Persada Prima Pratama selaku kuasa dari Bulck Blacksea Inc yaitu Mustafa Erl (pemilik kapal laut MV Seniha-S) mengalami kerugian lebih kurang sebesar Rp 8 miliar," kata jaksa Mega, saat itu.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatanya, kedua terdakwa dijerat dengan pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsider pasal 263 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Editor: Gokli