Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Investor Singapura Paling Bikin Pusing Pekerja
Oleh : Ocep
Rabu | 25-04-2012 | 12:24 WIB
Syaiful-Badri-Sofyan.gif Honda-Batam

Syaiful Badri, Ketua DPC FSPSI Batam.

BATAM, batamtoday - Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI) menilai perusahaan-perusahaan asing asal Singapura yang beroperasi di Kota Batam paling banyak mengalami perselisihan hubungan industrial dengan karyawannya.

Syaiful Badri, Ketua DPC FSPSI Kota Batam mengungkapkan, pihaknya memberikan penilaian yang kurang positif terhadap perusahaan-perusahaan asing asal Singapura.

“Investor-investor Singapura paling banyak bikin masalah hubungan industrial dengan karyawan,” ujarnya, Rabu (25/4/2012).

Dari catatan DPC FSPSI Batam sejauh ini, lanjutnya, perusahaan-perusahaan asal Singapura paling banyak melakukan pelanggaran aturan-aturan ketenagakerjaan, khususnya pemenuhan hak-hak pekerja.

Meskipun tidak menyebutkan data rinci, namun Syaiful mengatakan penilaian tersebut berdasarkan fakta-fakta yang terjadi di lapangan selama ini di 26 kawasan industri yang ada di Kota Batam.

Berdasarkan data resmi dari Badan Pengusahaan Batam, Jumlah perusahaan asal Singapura masih mendominasi penanaman modal asing di Kota Batam sepanjang enam tahun terakhir.

Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Humas Badan Pengusahaan (BP) Batam Dwi Djoko Wiwoho menyebutkan pemodal Singapura memimpin peringkat jumlah investasi di Batam selama 2006-2011 dengan total 339 perusahaan.

“Singapura masih mendominasi, diikuti investor asal Malaysia, Jepang, Korea Selatan dan Taiwan,” ujarnya.

Secara berturut sejak 2006 hingga 2011, jumlah perusahaan Singapura yang berinvestasi di Batam sebanyak, 39 perusahaan, 50, 56, 62, 72, dan pada 2011 sebanyak 60.

Sementara Malaysia pada peringkat ke dua, pada 2006 hanya sebanyak 11 perusahaan dan pada tahun berikutnya, 15, 13, 20, 33 dan 25 perusahaan pada 2011.

Menurut Syaiful, banyaknya investor asal Sigapura tersebut bukan lantaran baiknya kinerja perusahaan-perusahaan yang sudah beroperasi sehingga menjadi penarik pemodal lain dari negara itu berinvestasi di Batam.

“Yang paling gampang ditarik ke Batam itu PMA asal Singapura karena negara itu paling dekat dengan Batam. Sehingga PMA Singapura paling banyak di Batam,” jelasnya.

Banyaknya investor asal Singapura di Batam yang bermasalah dalam hubungan industrial dinilainya akibat rendahnya pengetahuan mereka terhadap aturan-aturan ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia.

“Kalau mereka paham aturan-aturan ketenagakerjaan dan budaya kita, mereka akan lebih mudah membangun hubungan industrial yang harmonis dengan pekerja lokal,” sambungnya.

Apalagi Syaiful meyakin sulit bagi Singapura untuk bisa menerima Indonesia dan Batam khususnya, lebih maju ketimbang negara itu.

Di satu sisi, Singapura membutuhkan Batam karena letaknya yang strategis, namun di sisi lain negara itu tidak mau Batam menjadi kawasan kompetitor baik secara ekonomi maupun tujuan investasi.

Terlebih dengan ditetapkannya Batam sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (free trade zone).