Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Gaji Korban 21 Bulan 'Ditelan' PT Tugas Mulia

Dua Tahun Jadi PRT, Anak di Bawah Umur Korban TPPO Ini Hanya Dikasih Upah 3 Bulan
Oleh : Gokli
Jumat | 07-09-2018 | 09:40 WIB
korban-tppo1.jpg Honda-Batam
Saksi TPPO yang dilindungi LSPK dihadirkan di PN Batam. (Foto: Gokli)

BATAMTODAY.COM, Batam - Paulus Baun alias Amros, terdakwa tindak pidana perdagangan orang (TPPO), kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (6/9/2018) sore, dengan agenda mendengar kesaksian korban, yang saat ini dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan saksi lainnya.

Dalam persidangan, tedakwa Paulus Baun alias Amros didampingi penasehat hukum (PH). Sementara jaksa penuntut umum (JPU) Arie Prasetyo menghadirkan tiga orang saksi, masing-masing Piter Sonlay (ayah korban), Mardiana Sonlay (korban) dan Wanden Baisi (rekan korban). Ketiga saksi ini masih memiliki hubungan saudara, dengan terdakwa Paulus Baun.

Dalam kesaksiannya, Piter menjelaskan, awal kasus ini terungkap setelah dia datang ke Batam untuk menjemput putrinya Mardiana Sonlay. Dia pun tahu putrinya di Batam setelah 1 tahun 8 bulan tidak pernah ada komunikasi.

"Saat terdakwa jemput putri saya ke kampung (Kupang, NTT) saya tidak ada. Dia (terdakwa) ketemu dengan istri saya, yang juga masih saudaranya. Saya hanya dikasih tahu kalau putri saya (korban) ada di Batam sama pamannya, kerja jadi pengasuh bayi," kata Piter.

Setelah 1 tahun 8 bulan berlalu, Piter dan korban akhirnya bisa berkumunikasi. Saat itulah Piter tahu jika anaknya bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) bukan pengasuh bayi dan sudah lama tidak menerima upah/gaji.

"Setelah habis kontrak selama 2 tahun jadi PRT, saya datang ke Batam untuk jemput. Saat itulah anak saya cerita baru terima gaji 3 bulan, sisanya belum dikasih PT Tugas Mulia. Kami sudah berusaha meminta ke perusahaan itu, karena majikan anak saya ngaku sudah membayar setiap bulannya ke perusahaan itu. Tetapi, apa yang kami minta tidak dikasih," jelas Piter.

Akibatnya, sambung Piter, pihaknya melaporkan kasus tersebut ke Polda Kepri. Hasilnya, terdakwa Paulus Baun ditangkap berikut Rusna pemilik PT Tugas Mulia.

"Setelah kasus ini, ada yang datang untuk lakukan perdamaian, saya dipaksa untuk tanda tangan dengan tawaran uang Rp22 juta," katanya.

Hal yang sama disampaikan saksi korban. Selama dia bekerja sebagai PRT hanya menerima gaji 3 bulan, dengan rincian per bulan Rp1,8 juta. Sisanya, kata dia, dibayarkan majikannya kepada PT Tugas Mulia, tetapi belum dibayatkan sama saya.

Diakuinya juga, awal ditawari pekerjaan oleh terdakwa sebagai penjaga bayi. Namun faktanya, dipekerjakan sebagai PRT melalui penyalur PT Tugas Mulia. "Setelah di penyalur ada dibuatkan surat agar umur saya yang saat itu 16 tahun bisa kerja. Saya disuruh tanda tangan aja, suratnya terdakwa yang pegang," kata korban.

Korban juga mengatakan, dia bekerja dari pagi sampai jam 10 malam. Selama kerja, tidak diizinkan untuk menggunakan handphone. "Majikan saya baik, setelah 1 tahun 8 bulan saya baru bisa telphone orangtua di kampung," ujarnya.

Sementara saksi ketiga, Wanden Beisi mengatakan, dibawa terdakwa ke Batam dengan iming-iming kerja di toko. Tetapi, setelah di Batam, dia juga dipekerjakan sebagai PRT oleh TP Tugas Mulia.

"Dari kampung karena umur saya masih 16 tahun, disuruh terdakwa agar menggunakan identitas kaka saya yang umurnya lebih tua. Karena saya mau kerja saya ikuti saja," katanya.

Dalam kasus ini, saksi Wanden belum menerima gaji 7 bulan sisa dari kotrak kerja 2 tahun yang telah dia jalani. Gaji tersebut bukan ditahan majikannya, tetapi PT Tugas Mulia. "Majikan saya sudah setor ke perusahaan itu. Tetapi, sisanya 7 bulan lagi belum dibayar," kata dia.

Dijelaskannya, gaji yang diterimanya dari perusahaan itu sebesar Rp1,5 juta. Sementara yang dibayarkan majikannya ke perusahaan itu sebesar Rp1,8 juta. "Ada potongan Rp300 ribu sama perusahaan itu. Jadi saya hanya terima Rp1,5 juta saja," jelasnya.

Terhadap keterangan saksi ini, terdakwa hanya membantah soal adanya ancaman. Selainnya, dia membenarkannya.

Usai mendengar keterangan saksi dan bantahan terdakwa, majelis hakim Martha Napitupulu, Taufik Nainggolan, Egi Novita, menunda sidang selama satu pekan. Pada persidangan berikutnya, majelis memerintahkan penuntut umum untuk kembali menghadirkan saksi lainnya.

Editor: Surya