Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mohamad Ardho Rendi Divonis 3 Tahun dan Ade Mirna Safitri Hanya 5 Bulan Penjara

Vonis Jomplang Dua Kasus Kecelakaan Maut di Batam, Tiap Nyawa Harusnya Memiliki Nilai yang Sama
Oleh : Paskalis Rianghepat
Kamis | 06-03-2025 | 14:04 WIB
Ardho.jpg Honda-Batam
Terdakwa Mohamad Ardho Rendi (25), usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, pada Rabu (5/3/2025). (Foto: Paschall RH)

BATAMTODAY.COM, Batam - Dua kasus kecelakaan lalu lintas yang berujung pada kematian di Kota Batam memicu perdebatan mengenai kesetaraan hukum.

Meski sama-sama melanggar Pasal 310 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), vonis terhadap kedua terdakwa justru jauh berbeda.

Vonis Berat untuk Ardho

Majelis hakim Pengadilan Negeri Batam menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara kepada Mohamad Ardho Rendi (25) pada Rabu (5/3/2025). Vonis ini bahkan lebih tinggi dari tuntutan jaksa, yang sebelumnya meminta dua tahun penjara. Selain itu, Ardho juga diwajibkan membayar denda Rp 10 juta atau menjalani enam bulan kurungan tambahan.

Dalam amar putusan, majelis hakim yang diketuai Twist Retno menegaskan tidak ada alasan pemaaf maupun pembenar dalam kasus ini. Sebaliknya, terdapat sejumlah faktor yang memberatkan, salah satunya adalah kelalaian Ardho yang menyebabkan korban meninggal dunia tanpa adanya upaya perdamaian dengan keluarga korban.

"Hal yang meringankan hanyalah penyesalan yang terdakwa tunjukkan di persidangan," ujar hakim.

Kecelakaan terjadi pada 27 Januari 2024 di Simpang Tobing, Batu Aji. Ardho yang mengemudi dalam kondisi mengantuk setelah begadang menabrak seorang pengendara motor perempuan.

Ia sempat membawa korban ke rumah sakit, tetapi nyawa korban tak terselamatkan. Fakta lain yang memberatkan Ardho adalah ia tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).

Ade Mirna Hanya Divonis Lima Bulan

Berbeda dengan Ardho, Ade Mirna Safitri, seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Batam, hanya divonis lima bulan penjara. Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta delapan bulan penjara.

Alasan utama keringanan hukuman ini adalah adanya upaya perdamaian dengan keluarga korban.

Kecelakaan yang melibatkan Ade Mirna terjadi pada 22 Agustus 2024 di kawasan Sekupang. Ia mengemudikan Daihatsu Terios dengan kecepatan tinggi dan, akibat kepanikan, salah menginjak pedal gas alih-alih rem.

Akibatnya, korban, Taufik Hidayat Sebayang, terpental dan masuk ke kolong mobil. Ia meninggal dunia setelah dilarikan ke rumah sakit.

Perbedaan vonis ini menimbulkan spekulasi di kalangan masyarakat. Ardho, seorang pemuda tanpa SIM yang mengemudi dalam kondisi mengantuk, divonis tiga tahun penjara, sementara Ade Mirna, seorang PNS yang salah menginjak pedal gas, hanya mendapat hukuman lima bulan.

Apakah status sosial memengaruhi keputusan hukum? Ataukah perdamaian dengan keluarga korban menjadi faktor kunci dalam keringanan hukuman? Hingga kini, perdebatan mengenai keadilan dalam dua kasus ini terus bergulir. Namun, satu hal yang pasti: di mata hukum, setiap nyawa seharusnya memiliki nilai yang sama.

Editor: Gokli