Berlayar Tanpa Dokumen, Nakhoda KM Kecapi Ditetapkan Tersangka
Oleh : Syajarul Rosydy
Senin | 02-10-2017 | 17:36 WIB
Kapal_PSDKPbatam.gif
KM Kecapi II di PSDKP Batam (Foto: Syajarul Rosidy)

BATAMTODAY.COM, Bintan - Kapal ikan KM Kecapi II yang berhasil diamankan jajaran Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam pada Selasa (19/9/2017) kemarin. Didapati satu tekong dan enam Anak Buah Kapal (ABK).

Kapal tersebut diamakan di perairan antara Kepulauan Bangka, Provinsi Bangka Belitung, dengan Kabupaten Lingga, Kepri, karena tidak berhasil menujukkan dokument berlayar.

Setelah dilakukan penyidikan, nakhoda kapal saat ini sudah ditetapkan tersangka, dengan pasal yang disangkakan pasal 7 junto pasal 100 UU nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.

Lantas bagaimana dengan pengusahanya yang sekaligus pemilik kapal tersebut ?

Pengawas PSDKP Barelang Batam, Samsul kepada BATAMTODAY.COM mengatakan bahwa pemilik kapal, Apnal Jony alias Ahuat sudah dipanggil dan dilakukan pemeriksaan. Setatusnya saat ini masih saksi.

"Pemilik kapal yang kita amankan sudah kita periksa, dan statusnya sementara masih saksi," beber Samsul melalui telpon, Senin (2/10/2017).

Untuk khasus ini, kata Samsul, pihaknya akan terus melakukan pendalaman, dan untuk pemilik kapal dipastikan akan dipanggil kembali guna penyidikan lebih lanjut.

"Sementara statusnya masih saksi, dan akan dipanggil kembali untuk pendalaman kasusnya," kata Samsul.

Informasi yang berhasil dihimpun BATAMTOADAY.COM, kapal tersebut diamankan karena melanggar sejumlah ketentuan berlayar. Salah satunya Surat Laik Oprasi (SLO), izinnya tidak diurus sejak 11 Maret 2016 lalu. Padahal kapal itu terus beroperasi menangkap banyak ikan di laut Kepri namun mengabaikan sejumlah kewajiban.

Diketahui, SLO bukan semata kertas. Surat ini sepaket dengan surat legalitas lain. Diantaranya surat izin pengakapan ikan (SIPI) yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Kepri. SIPI yang dikeluarkan memuat rincian legalitas usaha seperti perusahaan, identitas kapal, jenis alat penangkapan ikan dan spesifikasi kapal.

Didalamnya juga memuat informasi kewajiban pelunasan pungutan hasil perikanan (PPHP) yang juga bagian dari sumber penghasilan daerah dari sektor tangkap ikan. Besarnya PPHP untuk setiap usaha penangkapan ikan berbeda beda. Ambil contoh, kapal bertonase kotor 27 GT dan tonase bersih 9 GT PPHP nya bisa senilai Rp 4 jutaan.

Nasib tekong alias nahkoda kapal KM Kecapi II akan ditentukan pengadilan Perikanan Tanjungpinang kedepan. Ini menyusul hasil penyidikan pangkalan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam atas sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan kapal ikan asal Kijang, Kecamatan Bintan Timur pada 19 September 2017 lalu.

"Begitu selesai peyidikan, berkas kasus langsung dilimpahkan ke kejaksaan. Setelah itu akan diteruskan untuk disidang di pengadilan perikanan di Tanjungpinang," ujar Pengawas Pangkalan PSDKP Batam, Samsul saat dikonfirmasi melalui telpon, Rabu (27/9/2017) kemarin.

Editor: Surya