Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Terkait Status 157 Tenaga Kerja PT KAI

Memprihatinkan, 10 Tahun Mengabdi Tetap Jadi Pegawai Kontrak
Oleh : Ardi/Juhari/Dodo
Jum'at | 25-11-2011 | 08:21 WIB
Herliniamran1.jpg Honda-Batam

Anggota Komisi IX DPR RI Hj. Dra. Herlini  Amran,MA (foto; Ardi)

JAKARTA, batamtoday - Ketidakjelasan status dan hubungan kerja di PT Kereta Api Indonesia (KAI) terhadap 157 tenaga kerjanya, akhirnya ditangani DPR dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat (23/11/2011) antara Komisi IX DPR RI bersama para Direksi PT. KAI dan Serikat Pekerja Kereta Api Jabodetabek (SPKAJ). Tuntutan mereka adalah agar hak status kepegawaiannya dari pegawai outsourcing bisa diproses menjadi pegawai organik.

Terkait dengan kasus ini, Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Herlini Amran (24/11) menyatakan prihatin terhadap nasib para pekerja di PT KAI ini dan menyayangkan sikap manajemen yang tidak menghiraukan permasalahan ini.

“Kita tahu PT KAI kan BUMN? Kenapa tuntutan dari 157 pegawai kontrak yang minta kejelasan status kepegawaiannya tidak dihiraukan, hingga permasalahan ini di bawa ke DPR? Padahal mereka ini sudah berkontribusi terhadap perusahaan," tegas Herlini.

Septian (26) adalah salah satu pegawai bagian tiketing yang bekerja di perusahaan BUMN PT. Kereta Api Indonesia (KAI) divisi Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi) tepatnya di stasiun Gondangdia-Manggarai (Jakarta). Septian mengaku telah bekerja di PT. KAI sejak tahun 2006. Anehnya, sampai saat ini dia masih tetap menjadi pegawai outsourcing (kontrak ).

“Kami hanya menuntut agar status kami bisa jadi karyawan tetap," ungkap Septian yang memiliki keluarga dengan satu anak yang masih balita.

Septian menambahkan, sebagai karyawan kontrak setiap akhir tahun hatinya merasa was-was menunggu kebijakan perusahaan tentang nasib perpanjangan kontrak-nya. Gaji yang ia dapat per bulan hanya kisaran Rp1,5 juta sesuai dengan standar upah minimum Provinsi DKI Jakarta.

“Andai saja status kami sudah menjadi pegawai organik, maka kami bisa mendapatkan gaji sebesar Rp3 jutaan per bulan," papar Septian.

Ketidakjelasan status dan hubungan kerja di kereta api divisi Jabotabek itu tidak hanya di alami oleh Septian. Ada juga teman Septian yaitu Suladi yang merupakan pegawai outsourcing PT KAI di divisi Jabotabek ( Jakarta,Bogor,Tangerang, Bekasi), telah bekerja dari tahun 1996. Kurang lebih  selama kurun waktu 10 tahun, Suladi menjadi pegawai berstatus kontrak.

Septian maupun Suladi hanya salah seorang dari 157 orang pegawai kontrak yang menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI bersama para Direksi PT. KAI dan Serikat Pekerja Kereta Api Jabodetabek (SPKAJ).

“Kami berharap Direksi PT KAI segera menyelesaikan permasalahan ini dengan mengangkat 157 pegawai kontrak yang meminta haknya menjadi pegawai tetap. Bayangkan mereka sudah bekerja selama 10 tahun, namun tetap dijadikan sebagai pegawai outsourcing. Akibatnya mereka kehilangan hak-hak dasarnya termasuk program jamsostek. Padahal tiap tahun PT KAI merekrut pegawai organik 3.000 orang, dengan total pegawai organik PT KAI berjumlah 29.470," pungkas Herlini.