Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Yayasan Wessa Wisata Merasa Dianaktirikan

Kisruh Pengelolaan Mangrove Tour Lagoi Kembali Meruncing
Oleh : Harjo
Kamis | 10-08-2017 | 15:38 WIB
izin-mangrove-lagoi11.gif Honda-Batam
Liwa Ilham pendiri Yayasan Wessa Wisata. (Foto: Harjo)

BATAMTODAY.COM, Tanjunguban - Kisruh pengelolaan wisata hutan bakau atau mangrove tour di Kawasan Pariwisata Lagoi kembali meruncing.

Pihak Yayasan Wessa Wisata merasa pihak BRC dan Pemkab Bintan terus memaksakan kehendak dan meminta pihaknya membayar tunai sebesar Rp 55 ribu per tamu yang ikut tour mangrove. Sementara operator lain, tidak diberlakukan seperti itu.

"Itu jelas ada anak kandung dan anak tiri, karena yang membayar tunai saat tamu melakukan mangrove tuor hanya Wessa Wisata. Untuk operator lain, cukup hanya dengan invoice bulanan. Kita tidak paham maksud terselubung dari oknum yang ada di BRC," ungkap Liwa Ilham pendiri yayasan Wessa Wisata kepada BATAMTODAY.COM, Kamis (10/8/2017).

Dari sisi lain, pihak BRC melalui Machsun salah seorang pimpinan BRC dan Pemkab Bintan, juga memaksakan agar kepengurusan yayasan dimasukkan pihak pemerintah setempat dalam jabatan tertentu. Dugaan pemaksaan kehendak oleh BRC diamini oleh para pejabat Bintan.

Hal itu terlihat saat dilakukan rapat di kantor Desa Sebong Lagoi pada Rabu (9/8/2017). Dimana rapat yang di pimpin oleh Machsun, langsung ditutup karena apa yang diminta oleh BRC, tidak bisa langsung dipenuhi pihak yayasan.

"Saat rapat kita diminta untuk memasukkan nama-nama tertentu dalam kepengurusan yayasan. Saat kita keberatan, tanpa solusi apapun. Rapat langsung ditutup, kita tidak paham apakah ini konspirasi pimpinan tinggi BRC bersama Bupati Bintan atau tidak. Sehingga terkesan apapun yang diinginkan BRC terkesan dilegalkan," ujarnya.

Sementara itu, Harika S, Camat Teluksebong Bintan, menyampaikan, pertemuan mengenai restrukturisasi organisasi masih belum direspon positif oleh pihak Wessa Wisata.

"Dari kami pemerintah berharap kedepan Wessa Wisata mempertimbangkan kembali sebagaimana saran komite. Hendaknya pembina yayasan dapat ditambahkan dari unsur pemerintah desa atau pun BPD," katanya.

Mengingat potensi lokal yang dikelola, berdiri di desa sebong dan salah satu langkah pemberdayaan bagi masyarakat. "Hal ini berupa saran dan mudah-mudahan menjadi pertimbangan bagi pengurus Wessa Wisata," katanya.

Saat ditanya, apakah hal tersebut sebuah keharusan untuk dilaksanakan oleh pengurus Wessa Wisata, Herika menyampaikan hanya menyarankan. "Hanya bersifat saran. Yang jelas berupa rekomendasi yang sangat perlu dipertimbangkan," tambahnya.

Terpisah, Sahat Simanjuntak, tokoh masyarakat Bintan sangat menyayangkan masih adanya diskriminasi yang dilakukan terhadap operator mangrove. Ia menilai sudah seharusnya pihak BRC bersama pemerintah daerah melakukan pemberdayaan bukan justru mempertontonkan contoh tidak baik, baik dengan cara monopoli dengan memaksakan kehendak, yang sangat menekan salah satu operator mangrove tour.

"Selama ini, apakah pihak BRC dan pemerintah mengetahui bagaimana merintis Wessa Wisata yang sudah bertahun-tahun beroperasi di mangrove tersebut. Lantas, kenapa baru saat ini dipermasalahkan, apakah karena Wessa Wisata sudah mulai berkembang," imbuhnya.

Editor: Yudha