Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Demo di Mabes Polri

Rakyat Jambi Minta Gubernur Kepri Ditindak Tegas
Oleh : Surya
Senin | 31-10-2011 | 15:58 WIB

JAKARTA, batamtoday - Rakyat Jambi  Bersatu (RJB) mendesak Mabes Polri untuk mengusut tuntas  tindakan perusakan aset pemerintah provinsi Jambi di Pulau Berhala (PB) oleh Gubernur Kepri M. Sani dan rombongannya saat  mengunjungi Pulau Berhala  Rabu (25/10) lalu.

“Kami juga mendesak Presiden SBY untuk menindak tegas Gubernur Kepri  yang telah melakukan perusakan aset Pemprov Jambi di Pulau Berhala dan bentuk provokasi lainnya,“ ujar koordinator lapangan Fiet Hariadi bersama ratusan massa saat membacakan pernyataan sikapnya di depan Mabes Polri, Jakarta, Senin (31/10/2011). Aksi FJB di Mabes Polri itu merupakan aksi lanjutan setelah pada pagi harinya melakukan aksi di Kementrian Dalam Negeri, Jakarta.

FJB juga mengecam keras tindakan Gubernur Kepri yang telah melakukan intimidasi terhadap profesi pers pada saat upacara peresmian Base Transceiver Station (BTS) di Pulau Berhala. “Rakyat Jambi siap mempertahankan Pulau Berhala sampai titik darah penghabisan”.

Fiet menegaskan RJB mendukung penuh keputusan Pemerintah Pusat yang tertuang dalam Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2011 tentang wilayah administrasi Pulau Berhala tertanggal 29 September 2011. Secara UU No. 53 Tahun 1999 tentang pembentukan empat kabupaten pemekaran di Jambi, yakni Sarolangun, Tebo, Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur (Tanjatim) menyebutkan PB masuk atau menjadi bagian provinsi Jambi. Tetapi adanya kerancuan UU No.31 Tahun 2003 tentang pembentukan kabupaten Lingga, PB masuk ke dalam Provinsi Kepri.

Status quo Pulau Berhala telah berakhir pasca diterbitkannya Permendagri, nomor 44 tahun 2011 dan telah diundangkan pada 7 Oktober 2011 oleh Menkumham Nomor 625 Tahun 2011. Artinya secara de jure, gugusan PB itu menjadi milik Jambi seutuhnya. Secara historis semasa kerajaan Jambi abad XII sejarah mencatat Datuk Paduko Berhala yang merupakan raja pertama yang memimpin kerajaan Jambi dimakamkan di pulau tersebut.

“Ini merupakan bukti konkret Pulau Berhala dari dahulu milik negeri Jambi, “ katanya.

Ditambahkan Fiet, sesuai dengan surat Mendagri, status PB seluas 200 hektar yang berada di Selat Berhala dan gugusan laut Cina Selatan selama status quo kedua belah pihak tidak boleh membangun fasilitas berbentuk apapun di kawasan itu sebelum status hukum dan politiknya jelas, diingkari Pemprov Kepri ketika Gubernur Ismeth Abdullah mengeluarkan kebijakan yang tidak sportif dan indisipliner dengan melakukan pembangunan di Pulau Berhala yang berstatus quo itu.

Fiet menilai kepatuhan Jambi terhadap keputusan Pemerintah Pusat diingkari oleh Kepri, menyusul tindakan M. Sani yang mempolitisir warga Pulau Berhala melakukan tindakan brutal dan menolak diterbitkannya Permendagri No. 44 Tahun 2011 membuat rakyat Jambi terusik.

“Kami sebagai generasi penerus negeri sepucuk Jambi Sembilan Lurah siap memperjuangkan dan mempertahankan PB sebagai tanah nenek moyang kami orang Jambi, “ ujar Fiet didampingi oleh humas FJB Ritas Mairiyanto.