Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Marak Kasus Korupsi di Daerah

Yunus Minta KPK ke Depan Tingkatkan Supervisi dan Pengambil-alihan Kasus
Oleh : Surya
Senin | 31-10-2011 | 15:26 WIB

JAKARTA, batamtoday - Yunus Husein, mantan Ketua PPATK meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meningkatkan koordinasi dan supervisi terhadap berbagai kasus korupsi di berbagai daerah. Yunus menilai, banyak kasus korupsi yang ditangani kepolisian dan kejaksaan banyak mencederangi kepentingan publik, dimana hukumannya yang dijatuhkan sangat ringan dan kerap dibebaskan.

"Koordinasi dan supervisi kurang banyak dilakukan, padahal banyak kasus-kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah. Kedepan KPK diharapkan makin banyak mengambil-alih kasus-kasus korupsi yang ditangani kepolisian dan kejaksaan," kata Yunus Husien di Jakarta, Senin (31/10/2011).

Menurut Yunus, keenggan KPK melakukan supervisi dan pengambil-alihan kasus korupsi di daerah, karena mendapat hambatan dari kepolisian dan kejaksaan. Kepolisian dan kejaksaan, katanya, tidak ingin penanganan kasus korupsi yang ditanganinya tidak mau diintervensi atau dicampuri KPK.

Karena itu, ia berharap pimpinan KPK mendatang bisa berkoordinasi dengan baik kepolisian dan kejaksaan, dalam rangka supervisi dan pengambil-alihan kasus korupsi terutama yang melibatkan para kepala daerah provinsi/kabupaten/kota.

Calon pimpinan KPK ini menegaskan, dengan banyak kasus korupsi di daerah yang di supervisi akan membuat para kepala daerah berpikir ulang untuk menyelewengkan APBD. "Dengan cara di supervisi akan lebih banyak lagi penegakan hukum kasus korupsi," katanya.

Sedangkan Bambang Widjajanto, calon pimpinan KPK lainnya menambahkan, korupsi yang merajalela di berbagai sektor kehidupan bisa membuat Indonesia menjadi negara gagal dalam mengelola keuangan negara. Jika kondisi saat ini, tidak segera dicarikan solusi yang fundamental bisa merusak sisi humanisme dan sosioligis masyarakat Indonesia.

"Karena korupsi penduduk Indonesia akan seperti bayi yang kekurangan gizi, dan tidak bisa diharapkan dapat bersaing 20 tahun mendatang. Bagaimana mau meningkatkan pertumbuhan, kalau infrastrukturnya terus-terusan di korupsi," kata Bambang.

Bambang mengusulkan, agar pengambilan keputusan penyelidikan atau penyidikan kasus korupsi tidak diputuskan secara kolektif kolegial 5 pimpinan KPK, tapi cukup satu atau dua pimpinan saja. Hal itu untuk mempercepat penindakan kasus korupsi, yang selama ini menjadi terkendala karena kasus kriminilisasi pimpinan KPK dan kasus cicak-buaya.

"Sekarang diperlukan percepatan kewenangan penindakan, karena masalah kolegial kepemimpinan bisa menghambat pengambilan tindakan. Kalau tidak, nanti masih akan banyak kasus korupsi yang tidak bisa ditangani karena alasan ini, itu sehingga kasus dinaikkan hanya prioritas saja," katanya.