Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hutan Lindung Sungai Pulai Diperjualbelikan, Oknum Pemerintah Diduga Ikut Andil
Oleh : Harjo/ Syajarul
Jum'at | 05-05-2017 | 19:38 WIB
Hutan-lindung-digarap-400x192.gif Honda-Batam

Kondisi terkini hutan lindung Seipulai Bintan Timut (Foto: (Harjo/ Syajarul)

BATAMTODAY.COM, Bintan - Pembalakan hutan lindung di Sungai Pulai, Tirtamadu, Kelurahan Gunung Kijang, Kecamatan Bintan Timur (Bintim) diduga diperjualbelikan dengan kisaran harga Rp5 juta sampai Rp6 juta.

Dari informasi yang berhasil dihimpun BATAMTODAY.COM, sesesorang berhak menguasi lahan setelah membayar uang ganti rugi atau merawat hutan lindung dan mendapat kuitasi yang ditandatangani di atas materai 6000.

Tokoh Pemuda Bintan, Asri Suherman, kepada BATAMTODAY.COM, mengatakan bahwa hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai penyanggah kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi dan memelihara kesuburan tanah.

"Bukan malah dijadikan tempat meraup keuntungan tanpa memikirkan dampak dan akibatnya. Seperti diperjualbeliakan," pungkas pria yang akrab disapa Eman ini, Jumat (5/5/2017).

Harusnya katanya lagi, pemerintah segera menertibkan hal ini dan jangan sampai berlarut hingga hutan di Sungai Pulai jadi Gundul. Karena semakin hari, perambahan semakin menjadi-jadi.

"Saya harap pemerintah bisa segeram megambil tindakan, seperti menertibkan kembali, agar hutan ini tidak habis dibabat oleh orang tidak bertanggung jawab," harap Eman.

Sementara itu, Lurah Gunung Lengkuas, Ivan Golar Riady, megatakan sudah mendatangi lahan tersebut, dengan maksud mendata identitas yang menggarap hutan lindung Sungai Pulai.

"Kita sudah mendatangi lokasi hutan yang dibabat itu bersama RT setempat. Dari hasil data kita, mereka yang menempati lahan itu bukan penduduk asli dari sini, melainkan warga dari luar," beber Ivan.

Tokoh masyarakat Bintan, Sahat Simanjuntak, menegaskan, apa yang terjadi dengan diperjualbelikannya lahan hutan lindung sebagai bukti ketidakperdulian pemerintah terhadap lingkungannya.

"Mulai dari peran pengawasan ada di pemerintah kabupaten, kondisi hutan lindung sudah rusak parah akibat keserakahan oknum yang tidak bertanggung jawab. Termasuk Bupati Bintan dan perangkatnya, hanya bisa diam dan jadi penonton," tegasnya.

Apalagi saat ini, peran pengawasan ada di Provinsi Kepri, dijadikan alasan untuk mengelak dari tanggung jawabnya. Secara logika saja, hutan lindung ada di Bintan dan Bintan ada pemerintahnya. Sehingga sangat disayangkan kalau seorang Bupati justru tidak peduli dengan lingkungannya.

"Masyarakat memang tidak bisa berbuat banyak selain berceloteh, tetapi masyarakat mengetahui apa yang terjadi di lapangan. Jangan disalahkan masyarakat kalau menilai kepala pemerintahan yang justru tidak becus mengelola daerahnya," tambahnya.

Editor: Udin