Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ironi Mimpi Buruh Perempuan Tanjungpinang Bergaji Sesuai UMK
Oleh : Habibi Khasim
Selasa | 02-05-2017 | 08:00 WIB
Cholderiapinang.jpg Honda-Batam

Ketua FSPSI R Tanjungpinang, Cholderia Sitinjak. (Foto: Habibi Khasim)

SATU MEI, adalah hari yang penuh sejarah. Di hari itulah, perjuangan para buruh di seluruh dunia mendapatkan pengakuan dan diperingati dengan May Day. 1 Mei juga merupakan hari perjuangan kelas pekerja dunia pada Konggres 1886 oleh Federation of Organized Trades and Labor Unions. Apa arti May Day itu? Berikut hasil perbincangan wartawan BATAMTODAY.COM, Habibi Khasim dengan Ketua FSPSI R Tanjungpinang, Cholderia Sitinjak.

Cholderia Sitinjak, perempuan aktivis pembela hak-hak buruh di Tanjungpinang. Saat ini dia dipercaya menjadi Ketua Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Reformasi (F SPSI R) Kota Tanjungpinang. Semangatnya tak pernah padam untuk terus memperjuangkan hak-hak buruh, terutama buruh wanita di Tanjugpinang.

Wanita tegas ini melihat, jika tidak ada ketegasan, tidak akan ada perubahan. Saat ini, pemerintah tak lebih hanya sebagai penonton lawakan buruh dan pengusaha.

Cholderia Sitinjak menuturkan, pada saat para buruh menunggu bus jemputan di hari Minggu (30/4/2017), pada saat itu para pejabat pemerintah itu dijemput oleh pengusaha untuk bermain golf. Momentum itulah yang digunakan oleh pejabat tersebut untuk membaca "peta aksi".

Sambil menanyakan situasi keamanan dan potensi demo buruh anarkis, sang pejabat mengatakan, "atur aja sekenario ceritanya, kami cuma menonton sambil fasilitasi mereka saja, biar tak apa kali, ya kan."

Miris, Cholderia hanya dapat mengelus dada melihat hal-hal yang memang bukan rahasia umum lagi tersebut. Pengusaha dan oknum pejabat pemerintah adalah sahabat karib yang saling mendukung, sementara buruh tetaplah buruh.

Cholderia mengatakan, teman-temannya sesama buruh hari ini masih ada yang dibayar Rp. 800 ribu sampai Rp 1,5 juta per bulannya. "Rp 1,5 juta itu udah hebat kali pun," katanya dengan logat Batak kentalnya, Senin (1/5/2017).

Sebagai aktivis buruh, Cholderia sangat kecewa dengan sikap pemerintah yang tidak pernah jemput bola untuk membela hak-hak pekerja. Pengawasan yang dilakukan pun tidak sesuai dengan ucapan dan Tupoksi. Lagi-lagi, alasannya kurang anggaran dan sumber daya manusia.

Pengalihan wewenang kepengurusan tenaga kerja dari kabupaten/kota ke Pemerintah Provinsi seperti sekarang ini, semakin membuat leher para pekerja di pertokoan semakin erat terjerat. Sementara, pemerintah kabupaten/kota pun tidak bisa apa-apa karena sekenario drama yang dibuat oleh pemerintah pusat seperti itu.

Pemerintah kabupaten/kota seolah hanya sebagai figuran, jika berbicara kesejahteraan para buruh, bahkan pemerintah dapat dibilang sebagai penonton lawakan dan perang antara buruh dan pengusaha yang setiap tahun pembahasannya sama, yaitu kesejahteraan.

Padahal, pada saat sesama buruh turun dalam aksi May Day, ratusan pekerja toko dan supermarket tak mendapat kesempatan itu. Mereka terus tenggelam dalam rutinitas kerja. Angkat beras, duduk di sudut pintu menunggu pelanggan, menata barang jualan di rak, dan lain-lain.

Cholderia mengatakan, inilah yang menyebabkan para perempuan kalap dan banting setir menjadi penjaja cinta. Banyak wanita termotivasi masuk dunia gelap, asalkan bisa pulang membawa uang.

"Mirisnya, banyak perempuan yang memilih meninggalkan keluarga, anak dan suami untuk bekerja di luar kota dan luar negeri. Alhasil, anak terbengkalai, suami selingkuh, dia pun disana menjadi kupu-kupu malam," tutur Cholderia.

Tidak dapat dipungkiri, kesejahteraan sangat berhubungan dengan hidup seluruh umat. Cholderia mengatakan, jika UMK tersebut terealisasi, mungkin hari ini banyak pekerja yang sejahtera. Dan terpenting, keharmonisan keluarga tetap terjaga, masa depan anak juga dapat terjamin.

Namun sayang, jika pun gaj mereka telah seusai angka UMK, pengusaha hanya merekrut 2 dari 8 pekerja mereka. Sisanya, harus angkat kaki dan mencari pekerjaan lain.

"Alasan mereka, jika UMK tidak sanggup bayar gaji. Jadi PHK tidak akan terhindarkan. Pemerintah kembali hanya tepuk tangan, dan bicara di media bahwa mereka turut perihatin dan akan berupaya mencari jalan keluar. Disaat mereka mencoba mencari jalan keluar, pekerja kita udah ada yang jadi wanita simpanan, anak sama ibu sudah terpisah karena perceraian dan bahkan mungkin ada yang meninggal," tuturnya lagi.

Cholderia prihatin melihat pemerintah tidak dapat menegakkan aturan yang mereka buat sendiri. Yaitu, Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Dalam aturan tersebut sangat diatur kewajiban pengusaha, dan pemerintah dapat melakukan pengawasan bahkan para pengusaha dapat dipidanakan. Akan tetapi, aturan tersebut hanya seremonial dengan alasan tenaga pengawas yang kurang.

"Dalam aturan itu semuanya ada, semua diatur, tapi sayang pemerintah kurang tenaga pengawas, jadi agak rumit," tutur Cholderia.

PP tersebut dikalahkan oleh Undang-undang 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah tentang pelimpahan wewenang dari kabupaten/kota ke Pemerintah Provinsi. Kekalahan, bukan karena aturannya, namun karena sumber daya yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi sangat minim, sementara yang diurus ada 7 kabupaten/kota.

"Setiap aturan memang kepentingan, dan tentunya aturan itu baik karena untuk kemaslahatan umat. Namun, lihat juga tenaganya, kalau bicara Jakarta tidak masalah, tapi provinsi yang lain bagaimana. Ini yang membuat PP itu kalah sama Undang-undang Nomor 23 itu," tutur Cholderia.

Selain itu, dari temuan BATAMTODAY.COM di lapangan, hal yang mencolok lagi adalah status pendidikan. Para pekerja, khususnya perempuan rata-rata memang tamatan jenjang sekolah menengah pertama. Hal ini yang juga menjadi perhitungan pengusaha bahwa mereka dapat digaji berapapun sesuai yang ditentukan pengusaha. Sementara gaji UMK hanya untuk mereka yang jenjang pendidikan nya Strata 1.

"Kami terima saja mas, toh cuma tamatan SMP. Susah cari kerja, jadi berapa dibayar ya kami terima," tutur salah satu pekerja yang BATAMTODAY.COM wawancarai dikawasan pertokoan Bestari Mall, Tanjungpinang belum lama ini.

Cholderia hanya bisa berharap sambil terus berjuang. Ya, memperjuagkan hak-hak buruh, terutama buruh perempuan. Tampaknya, sudah menjadi takdir buruh perempuan di mana pun, termasuk di Tanjungpinang, untuk terus berjuang menuntut hak-hak mereka.

Selama, para buruh ditindas dan dilindas, selama itu pulalah para buruh akan terus berjuang. Karena buruh bersatu, tak bisa dikalahkan.

Editor: Dardani