Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

GP Anshor Nilai Keterlaluan Agama dan Jenazah Dijadikan Komoditas Politik
Oleh : Redaksi
Minggu | 12-03-2017 | 09:00 WIB
gus yaqut ansor.jpg Honda-Batam

Ketua Umum Pengurus Pusat GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Pusat GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyebut penolakan mensalatkan jenazah karena pilihan politik itu keterlaluan. Padahal, kata Yaqut, mensalatkan jenazah wajib dalam Islam.

 

"Sampai ada orang atau kelompok orang yang tidak membolehkan mensalatkan jenazah yang beda pilihan politik, kan ini sudah keterlaluan menggunakan agama. Padahal dalam Islam mensalatkan jenazah muslim itu adalah fardu kifayah. Kalau orang disuruh meninggalkan kewajiban ini dosa siapa, kan nggak boleh begitu," kata Yaqut di Kantor PP GP Ansor, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (11/3/2017).

Pengurus Pusat GP Ansor telah mengimbau kepada seluruh pengurus GP Ansor di berbagai daerah agar mengurusi jenazah muslim yang ditolak pengurusannya oleh warga. Bahkan, pengurus GP Ansor juga akan menggelar tahlilan untuk mendoakan jenazah tersebut.

"Kita perintahkan di seluruh cabang kalau ada warga yang muslim yang meninggal dan tidak diurus jenazahnya karena perbedaan politik, kami perintahkan kepada sahabat-sahabat pegurus GP Ansor untuk merawat jenazah itu. Baik untuk mensalatkan, mengkafani, menguburkan bahkan mentahlilkan selama 40 hari kita laksanakan," jelasnya.

Sementara itu, Sekretaris Wilayah GP Ansor DKI Jakarta Dendy Zuhairil Finsa menyatakan mensalatkan jenazah merupakan kewajiban sebagai umat muslim yang masih hidup. Dan apabila tidak dilakukan, hal itu akan menimbulkan dosa bagi warga sekampung.

"Ini kan fardhu kifayah. Kewajiban kita sebagai yang masih hidup, kewajiban sebagai muslim. Dan kewajiban umat muslim yang hidup itu mensalatkan, memandikan, mengkafani, menguburkan umat Islam yang telah meninggal, dan mendoakannya," kata Dendy di lokasi yang sama.

"Kalau nggak ada yang salatkan bisa dosa sekampung. Kalau nggak ada yang salatkan se-DKI ya dosa se-DKI. Fardhu kifayah itu kan menggugurkan kewajiban orang lain," sambungnya.

Sebagai informasi, ada beberapa masjid di Setiabudi, Jakarta Selatan yang memasang spanduk penolakan mensalatkan jenazah muslim pendukung dan pembela penista agama. Spanduk itu pun menimbulkan banyak tanggapan dari berbagai pihak. Spanduk serupa juga muncul di Cakung, Jakarta Timur.

Salah korban yang ditolak disalatkan adalah nenek Hindun yang meninggal dunia pada, Selasa (7/3/2017) lalu, di bilangan Karet, Setiabudi, Jakarta Pusat, karena beda pilihan politik. Nenek Hindun dan keluarga terang-terangan menyatakan memilih pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saeful Hidayat dalam Pilkada DKI putaran pertama lalu.

Editor: Surya