Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Polri Harus Jelaskan Kelanjutan Penanganan Kasus Korupsi Kwarda Pramuka DKI
Oleh : Redaksi
Minggu | 22-01-2017 | 12:30 WIB
netaspane13.jpg Honda-Batam

Neta S Pane, Koordinator Ind Police Watch (IPW)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Polri harus menjelaskan kelanjutan penanganan kasus korupsi dana Kwarda Pramuka DKI yang diduga melibatkan Cawagub Jakarta Sylviana Murni, pasangan dari Cagub Agus Harimurti Yudhoyono dalam Pilkada DKI.

"Apakah benar ada kesalahan Bareskrim bahwa dana itu bukan dana Bansos tapi dana hibah. Jika memang ada kesalahan, Bareskrim harus minta maaf kepada Sylviana maupun ke publik agar tidak ada penyesatan perkara," kata Neta S Pane, Koordinator Indonesia Police Watch (IPW), dalam rilisnya di Jakarta, Minggu (22/1/2017).

IPW, kata Neta, sangat menyayangkan, jika benar ada kesalahan. Hal ini menunjukkan penyidik Polri tidak cermat, tidak profesional dan terlalu terburu buru. Dengan adanya kesalahan ini, Polri harus menjelaskan, apakah pemeriksaan terhadap Sylviana berlanjut atau tidak.

"Dalam kasus ini Sylviana bisa saja menuntut dan memprapradilankan Polri. Sebab nama baiknya sudah dicemarkan dan terjadi kriminalisasi terhadap dirinya sebagai cawagub Jakarta, dan Polri bisa dituntut agar minta maaf. Jika benar dana Kwarda Pramuka itu adalah dana hibah, Polri juga sebenarnya menerima dana hibah dari Pemprov DKI Jakarta," katanya.

Menurut Neta, Polri belum pernah menjelaskan masalah pertanggungjawaban dana hiba itu. Tahun 2016, TNI Polri menerima dana hibah Rp130 miliar dari Pemprov DKI, khusus untuk Polda Metro Rp41 miliar.

Dalam Permendagri No. 32 tahun 2011 antara dana bansos dan dana hibah sangat berbeda. Pertanggungjawabannya juga berbeda. Jika Bareskrim menyamakannya, ini adalah kesalahan fatal dan semakin menunjukkan Polri tidak profesional dalam menangani sebuah perkara.

Selain itu dengan adanya kasus Sylviana maupun kasus Ahok, ini menjadi yurisprudensi bagi Surat Edaran Kapolri No SE/7/VI/2014. Sehingga penundaan pemeriksaan calon kepala daerah menjelang pilkada tidak berlaku lagi. Polri, polda, dan polres harus segera menangani semua pengaduan yang menyangkut calon kepala daerah.

Akibatnya, situasi akan semakin riuh menjelang pilkada, apalagi kepolisian tidak punya personil yang memadai untuk memeriksa kasus kasus yang menyangkut calon kepala daerah menjelang pilkada. Jika Polri tidak cermat, hal ini bisa menjadi masalah baru dan

Selain itu dengan adanya kasus Sylviana maupun kasus Ahok, ini menjadi yurisprudensi bagi Surat Edaran Kapolri No SE/7/VI/2014. Sehingga penundaan pemeriksaan calon kepala daerah menjelang pilkada tidak berlaku lagi. Polri, polda, dan polres harus segera menangani semua pengaduan yang menyangkut calon kepala daerah.

Akibatnya, situasi akan semakin riuh menjelang pilkada, apalagi kepolisian tidak punya personil yang memadai untuk memeriksa kasus kasus yang menyangkut calon kepala daerah menjelang pilkada.

Jika Polri tidak cermat, hal ini bisa menjadi masalah baru dan ancaman bagi kamtibmas, apalagi jika penyidik Polri tidak profesional, seperti menangani kasus Sylviana Murni.

"Untuk itu Polri harus menjelaskan status kasus Sylviana agar tidak ada kesimpangsiuran dan tidak ada penyesatan perkara," kata Koordinator IPW ini.

Editor: Surya