Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

KDRT dan Pencabulan Anak di Anambas Masih Rendah
Oleh : Fredy Silalahi
Rabu | 19-10-2016 | 19:26 WIB
korban-pelecehan.gif Honda-Batam

Ilustrasi korban pelecehan (Foto: dok.batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Anambas - Laporan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan kasus pencabulan anak di bawah umur di Kabupaten Kepulauan Anambas menurun. Dilihat dari jumlah penduduk berkisar 46 ribu jiwa, kasus KDRT maupun pencabulan anak di bawah umur kini masuk persentasi rendah.

Ketua Divisi Informasi Pengadaan dan Advokat Pendamping, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Kepulauan Anambas, Nori Andriyani mengeruaikan, ‎laporan KDRT yang masuk ke P2TP2A masih mendominasi setiap tahunnya. Pada tahun 2014 ada 7 kasus, sedangkan tahun 2015 sebanyak 15 kasus.

"KDRT yang mendominasi laporan masuk ke kami pada tahun 2016 ada 5 kasus. KDRT ini tidak hanya mendapat perlakuan fisik namun juga psikis mental. Bahkan beberapa ibu rumah tangga sering hanya berkonsultasi tetang suaminya," ujar Nori, Rabu (19/10/2016).

Nori melanjutkan, kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2014 ada sebanyak 8 kasus, sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 6 kasus dan pada tahun 2016 ada 3 kasus yang tengah didampingi P2TP2A.

"‎Kasus pencabulan anak tahun 2014 dan 2015, pelakunya sudah dipenjara. Sedangkan 3 kasus untuk tahun ini sudah dilaporkan ke Polsek Siantan. Bahkan satu kasus sudah disidang. Kalau pelakunya masih di bawah umur, kami juga siap untuk mendampingi pelaku memberi keterangan, walapun Polsek yang dapat laporan, Polsek akan menyampaikan kepada kami," terangnya.

‎Sementara, Ketua Harian Pengelola P2TP2A, Erdawati mengatakan, ketika proses meminta keterangan di Polsek, korban maupun pelaku di bawah umur sulit menjelaskan kepada penyidik Polsek.

"Kadang-kadang saya minta waktu berdua dengan korban atau pelaku agar mau bercerita kepada saya. Supaya saya yang menyampaikan kepada Polsek. ‎Kalau anak-anak semakin ditekan dengan pertanyaan, tetap membisu," terangnya.

Sedangkan kasus KDRT, lanjut Erda, ibu rumah tangga kerap merasakan emosi sesaat terhadap suaminya. "Awalnya emosi si ibu menggebu-gebu, tetapi setelah suaminya dipenjara. Malah si ibu yang merengek. Tetapi saat ini, banyak ibu rumah tangga ‎hanya konseling tentang rumah tangga maupun perlakuan dari si suami," tambahnya.

Erda mengakui, pihaknya berupaya untuk melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah. Sedangkan sosialisasi kepada masyarakat merupakan naungan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PPKB).

"Untuk memberi sosialisasi kepada masyarakat merupakan kewenangan PPKB. Untuk di sekolah-sekolah kami sering memberi pemahaman, kalau untuk sosialisasi dari mulut ke mulut, sering kami sampaikan kepada masyarakat," ujarnya mengakhiri.

Editor: Udin