Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Buruh & Mahasiswa Long March Peringati Awal Api Revolusi
Oleh : Shodiqin
Selasa | 20-09-2011 | 09:00 WIB

SURABAYA, batamtoday - Para mahasiswa dan buruh di Surabaya melakukan long march dari prasasti kelahiran Bung Karno di kampung Pandean hingga Hotel Majapahit. Hal itu dilakukan untuk memperingati napak tilas sejarah Perobekan Bendera di Hotel Yamato (kini, Majapahit).

Tampak, para buruh yang tergabung SBK-KP KSN (Serikat Buruh Kerakyatan-Komite Persiapan Konfederasi Serikat Nasional); serta para mahasiswa yang tergabung dalam FAM Unair (Forum Advokasi Mahasiswa Universitas Airlangga) dan SKMR (Serikat Kedaulatan Mahasiswa untuk Rakyat) melakukan long march, dengan beragam aksi, termasuk aksi teatrikal.

Usai long march yang dilakukan pada Senin (19/9/2011), masing-masing kelompok menjelaskan bahwa awal mula perjuangan pemuda Surabaya melawan kolonialisme adalah pada momen insiden perobekan bendera. 

Perjuangan arek-arek Suroboyo dalam melawan kekejaman kolonialisme (penjajahan) diidentikan dengan Gelora Perang 10 November. Namun sesungguhnya sebelum peritiwa 10 November, terdapat sebuah peristiwa yang membakar semangat keberanian anti-penjajahan di dada arek-arek suroboyo yaitu 'Insisden Perobekan Bendera di Hotel Yamato" pada hari RABU WAGE, tanggal 19 September 1945.

Dalam peristiwa tersebut beberapa orang pemuda berhasil mendekati dan memanjat dinding serta puncak Gapura Hotel. Mereka kemudian berhasil menurunkan bendera Belanda dan menyobek bagian birunya serta menaikkan kembali bendera Merah-Putih dengan diiringi pekikan “MERDEKA”, “MERDEKA”, “MERDEKA”, yang disambut dengan gempita oleh massa rakyat yang berkerumun di bawah tiang bendera dan berada di depan Hotel.

Tercatat dalam insiden penyobekan bendera Belanda tersebut telah gugur sebagai Kusuma Bangsa 4 (empat) orang pemuda, yaitu Sidik, Mulyadi, Hariono dan Mulyono.

Sedangkan dari pihak warga Belanda, Ploegman tewas terbunuh oleh amukan massa ditusuk senjata tajam.

Insiden bendera tersebut adalah fajar permulaan meletusnya api revolusi setelah proklamasi kemerdekaan, karena rakyat hanya menghendaki supaya Sang Dwi Warna Merah-Putih saja yang berkibar di angkasa Indonesia, sedang si tiga warna harus turun.

Kemudian berkibarlah Sang Dwi Warna sebagai lambang kemegahan dan kejayaan Nusa dan Bangsa Indonesia.

"Kami memandang, saat ini sangat penting sekali untuk kembali mengingatkan peristiwa tersebut kepada masyarakat luas dengan tujuan membangkitkan kembali semangat kebangsaan dan patriotisme di tengah kondisi bangsa yang saat ini di dera krisis multidimensi. Di mana persatuan rakyat mulai terkoyak setelah beberapa waktu belakangan ini bermunculan konflik horisontal antar kelompok masyarakat, praktek korupsi semakin merajalela, aset negara banyak yang dijual kepada asing, pendidikan dan kesehatan semakin mahal, serta kemiskinan semakin bertambah banyak," demikian bunyi rilis dari Humas Acara Abdul Rahman, yang diterima batamtoday, Senin (19/9/2011) malam.