Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

3 Sekuriti Korban Penganiayaan Lapor ke Divisi Propam Mabes Polri
Oleh : Surya Irawan
Sabtu | 17-09-2011 | 18:13 WIB

JAKARTA, batamtoday - Tiga sekuriti PT Zito Sasa, satuan pengamanan yang ditempatkan di Perumahan Anggrek Mas 3 melaporkan oknum penyidik Polda Kepulauan Riau (Kepri) ke Bagian Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Mabes Polri di Jakarta kemarin. Ketiganya terpaksa melapor ke Div Propam Mabes Polri karena Polda Kepri tidak menindaklanjuti kasus penganiayaan terhadap mereka, padahal sudah ada rekomendasi dari Komnas HAM.

Ketiganya menyatakan, telah ditangkap dan ditahan per 27 Juni tanpa Direktorat Reserse Umum (Diresmum) Polda Kepri dibawa pimpinan Kombes Wibowo tanpa surat perintah.

"Kami melaporkan kasus penganiayaan ini ke Mabes Polri karena tidak tampak adanya tindak lanjut dari Polda Kepri terhadap laporan-laporan yang telah kami sampaikan selama ini, termasuk rekomendasi dari Komnas HAM," kata Ellyas Langoday, keluarga ketiga sekuriti di Jakaeta kemarin.

Ketiga sekuriti itu adalah Baharuddin (39), Joa Chim (23) dan Andreas Ande (42). Mereka bersama empat sekuriti lainnya, yakni Suprianto, Sahrul Harefa, Adodo Go dan Nurdin Harahap menjadi korban salah tangkapdan dianiaya oleh oknum penyidik Polda Kepri terkait pembunuhan Putri Mega Umboh, istri AKBP Mindo Tampubolon. Mereka memberikan laporan selama tujuh jam, mulai pukul 11.00 hingga pukul 18.00 WIB.

Kepada Div Propam Mabes Polri, mereka mengatakan, penyidik Polda Kepri dalam menangani perkara tersebut telah melakukan intimidasi dan kekerasan fisik kepada mereka. Mereka mengaku dianiaya oleh sekitar 20 oknum penyidik Ditreskrimum Polda Kepri agar mengaku terlibat pembunuhan Putri Mega Umboh. Bahkan mereka juga dipaksa mengaku melakukan perkosaan sebelum membunuh Putri Mega Umboh.

Namun, akhirnya mereka dibebaskan karena tidak ditemukan keterlibatan mereka, tetapi status mereka sebagai tersangka tetap melekat belum dicabut. Polda Kepri telah berupaya agar mereka tidak menggugat ke proses hukum atau melaporkan tindak penganiayaan tersebut ke Div Propam Mabes Polri.

Tak tanggung-tanggung Kapolda Kepri Brigjen Pol Raden Budi Winarso mendatangkan paranormal ki Joko Bodo untuk melemahkan pikiran dan hati tujuh sekuriti agar tidak memperpanjang kasus penganiayaan tersebut. Budi Winarso pun meminta maaf kepada mereka dan menawarkan sejumlah talih alih sebagai ganti rugi atas penganiyaan yang telah dilakukan oknum penyidik Polda Kepri.

Kapolda Kepri menawarkan tali asih berkisar antara Rp 5-17 juta, tergantung beratnya kekerasan fisik dan penganiayaan yang telah diterima. Kapolda Kepri juga menawarkan Ibadah Umroh kepada sekuriti yang Muslim, sedangkan bagi yang non Muslim ditawarkan untuk melakukan perjalanan Ibadah ke Jerussalem.

Dari tujuh sekuriti itu, hanya Bahruddin, Joa Chim dan Andreas Ande menolak tawaran tawaran tersebut, sementara empat sekuriti lainnya, yakni Suprianto, Sahrul Harefa, Adodo Go dan Nurdin Harahap menerima dan menyatakan tidak akan memperpanjang kasus penganiayaan itu.

"Kami minta status tersangka kami segera dicabut, karena kami tidak terbukti terlibat. Dan polisi harus mengembalikan nama baik baik kami, serta mengobati luka fisik yang kami alami akibat penganiayaan tersebut," katanya.

Anreas sendiri mengaku, pandangan matanya sampai saat ini masih kabur akibat penganiayaan tersebut. Pandangan matanya menjadi kabur akibat dipukul dengan sepatu militer. Tempurung lututnya pun susah untuk digerakkan dan masih sakit akibat dihantam pistol dan senjata laras panjang.

Atas penganiayaan yang dilakukan oleh 20 oknum penyidik Direskrismum Polda Kepri, Komnas HAM telah mengeluarkan delapan butir rekomendasi pada 23 Agustus lalu, setelah melakukan investigasi secara intensif di Batam. Kedelapan butir itu antara lain meminta Polda Kepri mempercepat dan menuntaskan pelanggaran disiplin, serta tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh oknum penyidik Direskrimum Polda Kepri kepada warga sipil yang tidak bersalah.

Akibat penganiyaan itu, menurut Komnas HAM kehidupan keluarga mereka menjadi terlantar karena mereka tidak bisa bekerja untuk menghidupi keluarga masing-masing. Anak-anak mereka batal masuk dan putus sekolah, akibat tidak biaya karena ayah mereka kehilangan pekerjaan menjadi sekuriti setelah mendapat penganiayaan dari oknum penyidik Ditreskrimum Polda Kepri.