Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pengamat Nilai Golkar Memang Benar-benar Partai Pragmatis
Oleh : Surya
Senin | 25-01-2016 | 19:25 WIB
Syarif Hidayat.jpg Honda-Batam
Pengamat politik LIPI Syarif Hidayat

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Partai Golkar yang memutuskan untuk bergabung dalam pemerintahan Jokowi-JK merupakan langkah pragmatis. Ini juga sekaligus menunjukkan bahwa Koalisi Merah Putih (KMP), bukanlah koalisi ideologis.


Penilaian ini disampaikan pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syarif Hidayat kepada wartawan di Jakarta, Senin (25/1/2016).

Padahal, menurut dia, Partai Golkar bersama Partai Gerindra adalah inisiator KMP. Sebagai aktor utama KMP, dan kalau KMP dibangun dengan landasan ideologis, maka apapun masalah yang dihadapi oleh anggota koalisi termasuk juga masalah perpecahan di internal Golkar harusnya dihadapi sebagai tantangan.

"Kalau masalah itu diselesaikan dengan pindah koalisi, maka artinya koalisi yang dibangun bukan koalisi ideologis dan Golkar sebagai inisiator sangat pragmatis," ujar Syarif lagi.

Aburizal sebagai ketua umum dan kubu Golkar Bali, menurutnya, juga telah mencuri di tikungan karena sejak awal sebenarnya kubu Golkar Ancol yang dipimpin oleh Agung Laksono lah yang sebenarnya ingin bergabung ke pemerintahan. Sementara Aburizal sendiri lama mengatakan akan tetap berada dalam KMP.

"Agung Laksono dan kubunya disalib oleh kubu Aburizal di tikungan.Langkah Aburizal merapat ke pemerintahan Jokowi, pasti akan mengurangi untuk semetara konflik internal yang terjadi dalam tubuh Golkar karena saat ini tidak ada lagi perbedaan alasan yang membedakan kubu Ancor dan kubu Bali," tuturnya.

Keduanya, menurut Syarif sudah sama-sama berkeinginan mendukung pemerintahan. "Jadi ini akan meredam sementara konflik internal yang terjadi," jelasnya.

Dikatakan Syarif, bergabungnya Golkar ke pemerintahan mau tidak mau juga akan berdampak pada komposisi anggota kabinet. Karena bagaimanapun alasan pragmatis tentunya ada deal politik yang telah dilakukan.

"Istilah kasarnya, tidak ada makan siang gratis. Tentunya ada hal-hal yang harus dibayarkan oleh pihak-pihak yang terlibat," ujarnya sambil menambahkan bahwa niat Golkar bergabung alasannya pragmatis maka pasti ada deal politik, apalagi resufle jilid 2 belum jadi dilakukan.

Disamping itu, komposisi kabinet tentunya akan berubah. Kendati bergabungnya partai-partai yang bukan sepenuhnya karena ditarik, tapi keinginan partai-partai itu sendiri.

"Nah dengan demikian, akan membuat daya tawar mereka tidak sekuat kalau mereka ditarik. Demokrasi jelasnya akan lebih diwarnai oleh pertimbangan pragmatis," pungkasnya.

Editor: Surya