Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Akhirnya, Indonesia Cabut Izin Perusahaan Terkait Kebakaran Hutan
Oleh : Redaksi
Selasa | 22-12-2015 | 10:23 WIB
kebakaran_hutan_by_bbc.jpg Honda-Batam
Kebakaran hutan di Indonesia. (Foto: BBC)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pemerintah Indonesia menyatakan 56 perusahaan diduga terlibat kebakaran hutan yang melanda sebagian wilayah Sumatra dan Kalimantan tahun ini, dengan 16 di antaranya dikenai sanksi pembekuan izin serta tiga perusahaan dicabut izinnya.


Selain itu Polri masih memeriksa 301 kasus lainnya terkait kebakaran hutan dan lahan yang melanda beberapa provinsi di Kalimantan maupun Sumatera tahun ini.

Usaha pemerintah untuk menghukum pihak yang diduga terkait dengan kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera tahun ini perlu diapresiasi, kata Herry Purnomo, ahli tata kelola dan kebijakan publik dari lembaga Center for International Forestry Research atau biasa disebut CIFOR.

Sebab, pada tahun-tahun terdahulu pemerintah jarang sekali mencabut dan membekukan izin perusahaan.
"Umumnya tidak dibekukan kalau dahulu. Cuma diadili, lalu suruh bayar bisa manajernya, direkturnya atau pegawainya," kata Herry kepada wartawan BBC Indonesia, Rizko Washarti.

Tapi Herry mengingatkan bahwa pembekuan dan pencabutan izin tersebut harus diikuti dengan pengawasan. "Ketika dibekukan, itu kan berhenti beroperasi, kemudian yang mengawasi siapa? Yang mengawasi kan seharusnya pemerintah yah. Kalau tidak diawasi oleh pemerintah, bisa pihak-pihak lain mengambil lahan itu," jelas Herry.

Sementara itu, Menkopolhukam Luhut Pandjaitan mengatakan tidak bisa menjamin bahwa kebakaran hutan tidak akan terjadi lagi tahun depan.

"Kita akan membuat seminimal mungkin asap. Belajar dari pengalaman tahun ini. Tentu kita tidak mau lagi rakyat kita tercemar dengan asap lebih banyak ke depan," kata Luhut.

"Itu komitmen kami. Tapi kalau ditanya, apakah ada lagi asap tahun depan, ya orang masak nasi aja ada asapnya," tambah Luhut.

Kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan tahun menurut Bank Dunia merugikan pemerintah sekitar Rp221 triliun.

Adapun sekitar 500.000 orang terkena dampaknya yakni penyakit infeksi pernafasan dan bahkan mengakibatkan kematian. (Sumber: BBC Indonesia)

Editor: Dardani