Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dua Majelis Hakim Beda Pendapat

Waduh, Dokter Ini Divonis Bebas Setelah Gelapkan Dana Perusahaan Sebesar Rp23,6 M
Oleh : Charles Sitompul
Senin | 21-12-2015 | 20:53 WIB
Tuntutan_Dokter_Limaran.jpg Honda-Batam
Persidangan Dr Dr Limaran Dwi Hartadi, terduga pelaku penggelapan Rp23,6 miliar dana pengadaan lahan karyawan PT Korindo Grup, Senin,(22/12/2015) di PN Tanjungpinang yang menuai kontropersi. (Foto : Charles Sitompul)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Setelah lama ditunda, akhirnya Majelis Hakim PN Tanjungpinang, Eriyusman SH dan Sugeng Sudrajat SH memvonis bebas terdakwa Dr Limaran Dwi Hartadi, terduga pelaku penggelapan Rp23,6 miliar dana pengadaan lahan karyawan PT Korindo Grup, dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Senin (22/12/2015).

Menariknya, pada putusan yang dibacakan secara bergantian itu, terjadi perbedaan pendapat (disenting opinion). Meskipun pada akhirnya Majelis Hakim mengambil keputusan dengan jalan suara terbanyak (voting).

Di satu sisi, Ketua Majelis Hakim Bambang Trikoro SH menyatakan, terdakwa Dr Limaran Dwi Hartadi terbukti melakukan penggelapan dana pengadaan lahan PT Korindo Group, sebagaimana dakwaan JPU Jaldi Akri SH yang sebelumnya mendakwa Dr Limaran Dwi Hartadi dengan dakwaan alternatif pertama dan kedua dengan melanggar pasal 374 KUHP.

Bahkan, Bambang menilai terdakwa yang merupakan mantan pekerja PT Korindo Grup itu terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pengelapan dana perusahaan.

Sedangkan di sisi lain, dua anggota Majelis Hakim, Eriyusman SH dan Sugeng Sudrajat SH, menyatakan kalau terdakwa Dr Limaran Dwi Hartadi, tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan JPU dan menyatakan terdakwa dibebaskan dari dakwaan yang sudah dituduhkan kepadanya.

"Atas tidak terbuktinya dakwaan yang didakwaan JPU terhadap terdakwa, maka terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum," ujar Eriyusman dalam putusannya.

Namun, atas putusan bebas dua Majelis Hakim tersebut, JPU Jaldi Akri SH menyatakan akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Putusan ini tentunya menuai kontropersi dan bahkan kasus tersebut disinyalir 'berbau suap'. Sebab, mulai dari tuntutan JPU Jaldi Akri SH yang hanya menuntut terdakwa Dr Limaran Dwi Hartadi dengan hukuman 2 tahun penjara atas kasus penipuan dan penggelapan, sampai kepada terjadinya ketidak-sepahaman hukum oleh ketiga Majelis Hakim di PN Tanjungpinang ini.



Sebagaimana diketahui, Dr Limaran Dwi Hartadi ditetapkan sebagai tersangka oleh Penyidik Polda Kepri atas praperadilan yang dilakukan PT Korindo, atas dugaan penggelapan dana pembebasan lahan untuk karyawan, pada 2007 lalu. PT Korindo Group melalui Direksi tiga perusahaanya berencana untuk membeli seluas 100 hektare di kawasan Galang Batang dan daerah Trikora Bintan, sebagai investasi karyawan.

‎Selanjutnya melalui Direktur Marketing perusahaan tersebut, Ahn Heun Hye dan sejumlah rekanannya, menyepakati pelaksanan pembelian lahan dilaksanakan oleh Kim Mun Teh alias Mustakin, salah satu Direktur Umum di PT Korindo Group.

Alokasi dana pembeliaan lahan dikeluarkan PT Korindo Group melalui tiga perusahaannya yang masing-masing PT Tunas Sawa, PT Bade Makmur dan perusahaan lainnya. Selanjutnya, melalui salah seorang karyawan PT Korindo Group, Kim Jong Man, melakukan transfer dana kepada terdakwa Dr Limaran Dwi Hartadi selaku karyawan.

Transfer dilakukan Kim Jong Man, kepada Limaran sebanyak 8 kali sejak 15 Juni 2017 sampai 3 Maret 2008, dengan total dana Rp29 miliar lebih. Adapun harga tanah yang disepakati untuk diganti rugi di kawasan Pantai Trikora adalah Rp29 ribu permeter untuk lahan yang dekat dengan pantai dan Rp50 ribu permeter pada lahan yang jauh dari pantai.

Dari proses ganti rugi, ternyata hanya 1.054.660 meter kubik lahan yang tampak secara fisik yang diganti rugi terdakwa, dengan rincian 36 bidang lahan bersertifikat dengan luas 651.184 meter persegi, dan 25 bidang lahan dengan surat alas hak seluas 403.476 meter persegi. Sehingga total biaya yang dikeluarkan hanya berjumlah Rp5,4 miliar saja. Sedangkan Rp 23,6 miliar lagi, tidak dapat dipertanggung-jawabkan oleh terdakwa.

Editor: Udin