Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dipaksa Ngaku Pemilik Sabu 0,58 Gram, Sipir Lapas Batam Disetrum Penyidik BNN Kepri
Oleh : Gokli Nainggolan
Kamis | 28-05-2015 | 08:36 WIB
sidang_sabu.jpg Honda-Batam
Terdakwa Sardo Oloan Sihombing saat menjalani persidangan. (Foto:Gokli Nainggolan/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Batam - Sardo Oloan Sihombing, sipir di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Batam, yang diadili sebagai terdakwa pidana narkotika di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Rabu (27/5/2015) sore, menolak semua dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Dia mengaku telah disetrum penyidik Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Kepulauan Riau agar mengakui sebagai pemilik sabu seberat 0,58 gram.

Karena itu, Sardo juga dengan tegas membantah keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang dia sampaikan di hadapan penyidik BNN Provinsi Kepri. Menurut dia, keterangan dalam BAP itu dibuat dalam kondisi tertekan dan terpojokkan. Selama proses pemeriksaan penyidik, dia disetrum dan dipaksa mengaku sebagai pemilik tiga paket sabu seberat 0,58 gram yang ditemukan di kamar 11 Lapas Kelas IIA Batam.

"Selama tiga hari proses BAP, saya disetrum terus. Karena tak tahan, saya terpaksa mengaku meski sabu itu bukan milik saya," kata dia sekaligus menyatakan mencabut keterangan dalam BAP di hadapan majelis hakim.

Selain mencabut keterangan dalam BAP, terdakwa juga membantah bertemu dengan Azmi Iskandar bin Nasrul--dalam dakwaan JPU orang yang disuruh terdakwa mengantarkan tiga paket sabu kepada Muhammad Zulkarnaen bin Azhar dalam kotak rokok--dan juga membantah bertemu dengan Muhammad Zulkarnaen bin Azhar--dalam dakwaan JPU orang yang menerima sabu dari Azmi Iskandar bin Nasrul di Kamar 11 Lapas Kelas IIA Batam.

Sardo membantah bertemu kedua terdakwa itu saat ditemukannya sabu itu pada Minggu (9/11/2014) sekitar pukul 16.30 WIB. "Saya tidak pernah bertemu Azmi dan Azhar di hari ditemukannya sabu dalam kamar 11. Saya memang saat itu masuk kerja dari pukul 13.00 - 19.00 WIB," kata terdakwa, menjawab pertanyaan JPU, Isnan dan Aji Satrio, serta penasehat hukumnya, Isfandir Hutasoit dengan Samsir Hasibuan.

Sejak ditemukannya sabu itu, sambung terdakwa, dia tidak pernah dimintai keterangan di Lapas. Tetapi, setelah mendapat informasi dari sesama sipir bahwasanya dia yang dituduh sebagai pemilik sabu, terdakwa langsung menghadap pimpinannya untuk mengklarifikasi informasi tersebut.

Setelah itu, kata terdakwa, dia menemui seorang petugas BNN Provinsi Kepri untuk mengklarifikasi. Ternyata, lanjutnya, dia langsung digelandang ke kantor BNN di daerah Nongsa.

"Saya langsung ditahan dan diisolasi, selama tujuh hari tak bisa dibesuk. Tiga hari proses pemeriksaan saya disetrum dan dipaksa mengaku sebagai pemilik sabu itu," katanya lagi.

Tak hanya itu, terdakwa juga membantah dalaam proses pemeriksaan di BNN telah didampingi penasehat hukum (PH), Juhrin Pasaribu, sesuai BAP. Bahkan, kata terdakwa dia tidak pernah bertemu dengan Juhrin Pasaribu selama menjalani BAP.

"Itu tidak benar. Saya tidak pernah didampingi penasehat hukum Juhrin Pasaribu. Barang bukti yang diamankan dari Kamar 11 itu juga tidak pernah saya lihat dan tidak pernah ditunjukkan," jelasnya.

Untuk membuktikan bantahan terdakwa, Majelis Hakim Cahyono, didampingi dua hakim anggota, Alfian dan Juli Handayani, memerintahkan JPU agar menghadirkan saksi verbalisan--penyidik BNN Provinsi Kepri yang memeriksa terdakwa--dan saksi penasehat hukum Juhrin Pasaribu yang ditunjuk BNN mendampingi terdakwa selama proses pemeriksaan.

"Saksi verbalisan dan penasehat hukum yang mendampingi terdakwa di BNN Provinsi Kepri tolong dihadirkan dalam sidang berikutnya," perintah majelis hakim kepada JPU.

Sidang pun kembali ditunda sampai Kamis (4/6/2015) dengan agenda mendengar keterangan saksi verbalisan dan penasehat hukum selama proses pemeriksaan di BNN Provinsi Kepri. Majelis hakim akan memeriksa saksi-saksi tersebut karena terdakwa telah mencabut keterangannya dalam BAP. (*)

Editor: Roelan