Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

16 Daerah Nyaris Bangkrut, Diganduli Beban Belanja Pegawai di Atas 70 Persen
Oleh : Tunggul Naibaho
Senin | 04-07-2011 | 09:21 WIB

Batam, batamtoday - Dari 124 pemerintah daerah yang memiliki beban belanja pegwai di atas 60 persen, 16 daerah diantaranya sudah nyaris bangkrut karena diganduli beban belanja pegawainya yang sudah mencapai 70 persen lebih.

Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, adalah daerah dengan beban belanja peggawai paling berat yakni sebesar 83 persen. Dan saking besarnya belanja pegawai, kabupaten di pantura jawa Timur iyu hanya mampu mengalokasikan belanja modal sebesar 1 persen saja.

Demikian rilis disampaikan Seknas FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) diterima batamtoday, Minggu, 3 Juli 2011. Data dan analisis yang disampaikan FITRA berdasarkan APBD tahun 2011 tahun berjalan.

Adapun ke 16 daerah tersebut adalah, Kota Tasikmalaya 70%, Kab Klaten 70%, Kota Bitung 70%, Kota Padang Sidempuan 70%, Kab. Sragen 70%, Kab. Purworejo 70%, Kab. Pemalang 70%, dan  Kab. Kulon Progo 71%

Selanjutnya,  Kab. Bantul 71%, Kab. Kuningan 71%, Kota Palu 71%, Kab. Simalungun 72%, Kab. Agam 72%, Kota Ambon 73%, Kab. Karanganyar 75%, dan terakhir dan yang memiliki beban belanja pegawai paling berat adalah Kab. Lumajang, yakni sebesar 83%.

Penyebab tingginya belanja pegawai, menurut FITRA, ada beberapa faktor, diantaranya, kebijakan remunerasi, kenaikan gaji berkala, pemberian gaji ke 13, dan juga pengangkatan PNS yang terus menerus dilakukan tanpa memperhatikan kemampuan anggaran.

FITRA secara khusus menyorotti kebijakan remunerasi yang ternyata tidak berdampak pada menurunya angka korupsi. Di Kemenkeu, sebut Fitra, seorang pegawai eselon satu dapat membawa pulang penghasilan hingga Rp46,9 juta per bulan.

Dalam analisanya FITRA juga menyebut, kenaikan gaji berkala mulai tahun 2007 sampai 2011 antara 5-10%, serta pemberian gaji ke 13, adaah faktor yang membebani anggaran belanja. NS.

Akibat kebijakan-kebijakan ini, daerah khususnya Kabupaten/Kota, memiliki potret APBD yang lebih besar “ongkos tukangnya” ketimbang belanja pekerjaannya. Belanja pegawai semakin menggerus belanja modal daerah. Berdasarkan analisis FITRA, pada tahun 2007 porsi  rata-rata belanja pegawai  daerah 44% meningkat menjadi 55% pada tahun 2010, sementara belanja modal mengalami penurunan dari 24% pada tahun 2007 menjadi 15% pada tahun 2010.

Bahkan pada APBD 2011, terdapat 124 daerah yang belanja pegawainya di atas 60% dan belanja modalnya 1 sampai 15%. Dari 124 daerah tersebut, sebanyak 16 daerah memiliki belanja pegawai di atas 70%. Tertinggi  Kab. Lumajang  yang memiliki belanja pegawai
hingga 83% dan belanja modal hanya 1%. 

"Jika kondisi ini, dibiarkan berlarut-larut, maka kebangkrutan akan segera mengancam daerah dalam 2-3 tahun mendatang, karena APBD-nya hanya digunakan untuk membiayai pegawai. Otonomi daerah untuk mendekatkan pelayanan publik, sulit tercapai dengan semakin besarnya “ongkos tukang," kata Yuna Farhan, Sekjend FITRA