Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Alat Intsrumentasi Politik Penguasa

MPR : Pemerintahan SBY-Boediono Kurang Mengamalkan Pancasila
Oleh : Surya Irawan
Sabtu | 25-06-2011 | 17:36 WIB

Jakarta, batamtoday - Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid meminta pemerintah di era reformasi yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Boediono agar memegang kukuh Pancasila dalam kehidupan masyarakat, bukan dijadikan alat instrumentasi politik penguasa untuk melegitimasi kekuasaannya.

Sehingga citra rezim Orde Baru saat dipimpin Soeharto masih relatif lebih baik dibandingkan citra pemerintahan SBY-Boediono dala hal mengamalkan Pancasila. 

"Hal ini disebabkan karena di dalam dunia pendidikan dasar dan menengah, ada mata pelajaran pendidikan moral Pancasila (PMP). Bahkan, kurikulum pendidikan tinggi juga memasukkan mata kuliah Pancasila," terang Farhan di dalam Seminar Nasional PP Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Hotel Sultan, Jakarta kemarin. 

Di era reformasi, lanjut Farhan, justru dirasakan ada upaya peminggiran Pancasila di dalam kehidupan masyarakat. Buktinya dengan meniadakan pelajaran Pancasila di dalam UU Sisdiknas. Akibatnya, anak didik tidak lagi dapat diharapkan memahami nilai-nilai Pancasila.

"Mereka bukan hanya gagal memahami nilai-nilai Pancasila, tetapi juga gagap ketika harus menyebutkan urutan sila demi sila dari dasar negara kita itu. Ini menyedihkan sekali," katanya. 

Karena itu, MPR kata Farhan,  mendesak Kemdiknas segera merevisi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. "Revisi ini harus dilakukan, terutama pada pasal 37. Hal ini diharapkan bisa dimaknai secara mendalam oleh anak didik maupun masyarakat luas. Sehingga ini juga bisa menjadi jalan terciptanya nation and character building yang sebenar-benarnya," katanya. 

Senada dengan Farhan, Ketua Umum PP Perhimpunan Alumni (PA) GMNI Soekarwo mengatakan,  dengan adanya  revisi UU Sisdiknas itu nantinya juga lebih menekankan bahwa dalam mempelajari Pancasila harus diikuti dengan pengenalan terhadap tantangan jaman yang saat ini menjadi ancaman serius bagi keberadaan bangsa dan negara Indonesia.

"Saya tidak akan masuk pada detil kurikulum dan sistem pengajarannya. Namun saya berpendapat, pada tingkat paling dasar adalah perlu mewajibkan menghafal teks Pancasila. Penghafalan ini sebenarnya juga tidak harus di sekolah, tetapi juga bisa diajarkan dan dibiasakan di berbagai kegiatan masyarakat," katanya.

Dengan mengajarkan dan menginternalisasikan Pancasila sebagai ideologi, kata Sukarwo, dapat membentuk kepribadian bangsa. "Di sini peran negara sangat dibutuhkan. Negara harus berperan aktif sebagai pemandu arah sekaligus sebagai pengontrol dari sistem pendidikan Pancasila agar nanti ke depannya Pancasila tidak jatuh menjadi dogma yang mati, beku dan tidak inspiratif seperti sekarang di era refomasi," kata Gubernur Jawa Timur ini.