Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kasus Penggelapan Dana Reklamasi di Lingga

Penyidik Polda Kepri Disebut Telah 'Diperalat' Pengusaha Malaysia
Oleh : Charles Sitompul
Sabtu | 08-11-2014 | 12:50 WIB

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Suhandi SH, kuasa hukum Helman, Direktur PT Hermina Jaya, terdakwa kasus penipuan dan penggelapan, membantah jika kliennya telah melakukan penipuan dan penggelapan dana reklamasi pasca-tambang bauksit di Lingga sebesar Rp3,6 miliar sebagaimana yang disangkakan dan didakwakan jaksa penuntut umum.

Suhandi malah menuding penyidik Polda Kepri yang diduga telah diperalat pengusaha Malaysia atas tuduhan yang disangkakan kepada kliennya.

"Dana sudah disetorkan ke rekening QQ PT Hermina Jaya dan Pemerintah Kabupaten Lingga sejak 2013 lalu. Karena sesuai dengan ketentuan, dana reklamasi pasca-tambang harus disetorkan ke rekening QQ bank yang ditunjuk oleh pemerintah dan tidak bisa dicairkan sepihak selain digunakan untuk pelaksanan reklamasi pasca-tambang," papar Suhandi kepada pewarta, Kamis (6/11/2014).

Dia menambahkan, penyidik Polda Kepri juga terkesan hanya melihat dan menerima keterangan dari pihak pelapor, Chew Fatt yang merupakan investor asal Malaysia, tanpa perlu mengetahui pokok permasalahan yang sebenarnya.

Menurutnya, semua tuduhan yang dituangkan dalam isi dakwaan JPU Kejari Tanjungpinang dan BAP penyidik Polda Kepri sangat bertolak belakang dengan fakta dan data sebenarnya. Akibatnya, kata Suhandi, kliennya menjadi orang yang terzalimi dengan hukum dan aparat penegak hukum di negaranya sendiri.

"Klien kami dituduh sangaja mengambil keuntungan pribadi atas dana reklamasi pasca-tambang yang sebelumnya sudah disepakati ditanggung dan dibiayai Trans Elite Mineral LTD Malaysia (milik Chew Fatt) sebagai rekan bisnisnya. Hal itu tertuang dalam surat perjanjian kerja sama PT Heriman Jaya dengan Trans Elite Mineral Ltd Malaysia," papar Suhadi.

Sesuai dengan surat perjanjian, kata Shandi, investor Malaysia harus membiayai operasional pertambangan yang dilakukan PT Hermina Jaya sesuai dengan surat perjanjian yang disepekati, khusunya pada penilaian dampak lingkungan yang tidak terbatas permohonana surat IUP, pembeilaan tanah, biaya produksi dan untuk penyiapan operasi penambangan bauksit.     

"Logikanya, siapa yang membiaya tentu wajar mengirimkan dana dan mengenai dana reklamasi sebenarnya sudah disetorkan ke rekening Bank Riau Kepri pada 2013," terang Suhandi.
    
Sementara mengenai penyimpanan dana di Bank CIMB Niaga sebagaimana yang dikirimkan Chew Fatt, dikatakan Suhandi adalah rekening perusahaan PT Hermina Jaya. Penyimpanan sudah dilakukan dari tahun 2009-2012 yang sebelumnya sudah melalui persetujuan pemerintah Kabupaten Lingga cq Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lingga.

"Bahkan klien kami yang mengajukan permohonan pemblokiran dana jaminan reklamasi tambang itu dan disetujui oleh Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lingga melalui surat persetujuan pemblokiran pada 10 September 2010," jelasnya.

Pada saat itu, imbuh Suhandi, pertambangan bauksit yang dilakukan masih berjalan dan tidak pernah dipermasalahkan Chew Fatt. Kemudian pada 2013, dana itu dipindahsetorkan dari Bank CIMB Niaga ke Bank Riau Kepri sesuai dengan kebijak pemerintah.

"Bukti transfernya ini berupa resi penyetoran dana reklamasi pasca-tambang dengan jenis rekening QQ ke Bank Riau Kepri dan total penyetoran Rp3,6 miliar," ujar Suhandi.

Namun setelah uang sudah disetorkan ke Bank Riau Kepri, pemerintah menyetop izin ekspor dan izin pertambangan PT Hermina Jaya di Kampung Marok Tua, Lingga. Hal ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah pusat atas pelarangan ekspor bahan mentah tambang di Indonesia.

"Setelah tak bisa melakukan ekspor, barulah pengusaha Malaysia itu membuat laporan ke Polda Kepri. Dia kembali meminta uang yang dikirimkannya beberapa kali ke regkening perusahan klien kami. Tentu uang itu tidak bisa diambil karena sudah disetorkan ke rekening QQ PT Hermina Jaya dan Pemerintah Lingga sebagai jaminan untuk reklamasi pasca-tambang.

"Pengusaha Malaysia itu membuat laporan pada tahun 2013, klien saya dilaporkan karena telah menyimpan dana untuk reklamasi pasca-tambang dalam regkening pribadinya di Bank CNIB dari tahun 2009 hingga 2012. Laporan itu langsung diterima mentah-mentah oleh penyidik Polda Kepri. Padahal uang itu sudah disimpan dalam regkening bank pemerintah," katanya.

Dia kembali menilai, proses hukum yang dilakukan penyidik Polda Kepri terhadap kliennya sudah salah kaprah. Terkait uang yang dikirim pengusaha Malaysia itu, jelasnya, terlepas di bank mana saja uang itu disimpan klienya tidak ada hak pengusaha Malaysia itu memintanya kembali. Uang itu jelas untuk reklamasi pasca-tambang yang diajukan PT Hermina Jaya selaku pemegang IUP.

Pada masa ekspor tambang berjalan, ditegaskan Suhandi, penegak hukum harus mengetahui bahwa pengusaha Malaysia itu sudah meraup keuntungan hingga ratusan miliar rupiah.

"Kami tidak akan tinggal diam. Penyidik Ditreskrim Polda Kepri yang memproses kasus ini akan kami laporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri. Selain itu, kami minta majelis hakim PN Tanjungpinang arif dan bijaksana dalam memproses kasus ini," katanya.

"Perlu kami jelaskan, klien kami ini sudah dizalimi oleh penegak hukum. Ada apa dengan aparat hukum kita?" imbuh Suhandi. (*)

Editor: Roelan