Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BPK: Kepala Daerah Suka Selewengkan Dana Bansos
Oleh : Surya Irawan
Senin | 30-05-2011 | 14:26 WIB
ali-masykur-musa.jpg Honda-Batam

Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI Ali Masykur Musa

Jakarta, batamtoday -Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan lebih dari 30 persen mata anggaran bantuan sosial (Bansos) yang dialokasikan di APBD, disalahgunakan oleh bupati dan walikota. Penyalagunaan dana Bansos marak ketika bupati dan walikota itu hendak maju kembali dalam pemilukada selanjutnya agar mendapat simpati dari masyarakat.

"BPK menemukan lebih dari  30 persen, mata anggaran Bansos disalagunakan oleh bupati dan walikota yang ingin kembali maju dalam pemilihan kepala daerah periode selanjutnya untuk meraih simpati masyarakat," kata Ali Masykur Musa, Wakil Ketua BPK di Jakarta, Senin, 30 Mei 2011.

Menurut Ali, penyalagunaan dana Bansos merupakan jenis praktik korupsi dari level perencanaan yang menyangkut penyusunan dan pelaksanaan anggarannya. "Selain penyalagunaan anggaran Bansos, BPK juga menemukan 6 titik rawan potensi terjadinya tindak pidana korupsi. Tetapi yang paling rawan disalagunakan, tetap mata anggaran Bansos," katanya.

Titik rawan lainnya, kata Ali, adalah mata anggaran yang disebut BA 99, yaitu bagian anggaran di luar perencanaan yang biasanya dinegosiasikan oleh penyusun anggaran dengan kepala daerah yang ingin mendapat tambahan dana. "Proses ini sering kali menimbulkan negosiasi yang diwarnai suap menyuap," katanya.

Penyalagunaan lainnya, yakni perjalanan dinas fiktif yang ditiap tahunnya ditemukan BPK baik di kementerian, provinsi, kabupaten/kota. "Sebanyak 70 persen perjalanan dinasnya fiktif. Modusnya macam-macam, mulai dari memalsukan lama perjalanan dinas hingga menggunakan akomodasi yang tidak sesuai standar," katanya.

Ali menegaskan, titik rawan praktik korupsi juga terjadi pada dana hibah yang sering dianggap sebagai dana milik pribadi. Juga ditemukan penyimpangan dalam proses pengerjaan berbagai proyek yang tidak sesuai bestek, dan pelaksanaannya yang tidak melalui DIPA (daftar isian proyek anggaran).

"Temuan-temuan tersebut, berulang tiap tahun dengan kerugian negara yang sangat besar. Pada Iktisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2010, BPK menemukan kerugian negara sebesar Rp 2,9 miliar. Temuan BPK ini menjadi bukti awal untuk ditindaklanjuti penegak hukum, tetapi temuan kami banyak yang tidak tindaklanjuti ke proses penyidikan," katanya.