Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Seks dan Sepakbola, Antara Stamina dan Stres
Oleh : Redaksi
Kamis | 05-06-2014 | 09:05 WIB

BATAMTODAT.COM - APA hubungannya seks dengan stamina pesepakbola? Ini bukan bahan diskusi baru. Namun, hubungan antara seks dan performa pemain sepak bola kembali menjadi perbincangan setelah pelatih timnas Meksiko, Miguel Herrera, mengatakan kepada harian Reforma bulan lalu, ia mengharapkan semua pemainnya tidak melakukan hubungan seks saat berada di Brasil untuk mengikuti turnamen Piala Dunia 2014.

Pernyataaan Herrera menyebabkan perdebatan besar di media. Ia lalu mengklarifikasi, bahwa ia tidak melarang seks sama sekali, dan hanya meminta pemainnya untuk tidak 'bersikap berlebihan'. Kurang lebih sama dengan tuntutan pelatih Brasil, Luis Felipe Scolari, yang memperingatkan pemainnya untuk tidak melakukan gerakan 'akrobat' di tempat tidur.

Lain lagi dengan pemain bintang Carlos 'El Pibe' Valderrama. Ia secara blak-blakan mengatakan, timnya bisa berprestasi lebih baik saat Piala Dunia 1990, jika saja para pemainnya tidak dipaksa untuk abstain.

Teori yang menghubungkan seks dengan performa atletik berasal dari jaman Yunani Kuno yang percaya akan pentingnya untuk menahan sperma pria agar tetap agresif saat bertarung di arena. Namun, hanya ada sedikit bukti ilmiah yang mendukung teori, bahwa sikap abstain punya pengaruh seperti pemicu prestasi.

Studi yang dipublikasi di Journal of Sports Medicine and Physical Fitness pada 1995 mengatakan, performa pada tes treadmill tidak terpengaruh oleh hubungan seks yang dilakukan 12 jam sebelumnya. Para pakar sepakat, bersetubuh tidak terlalu melelahkan bagi manusia sehat.

Pada tahun 2013, para peneliti dari University of Montreal menemukan, rata-rata pria membakar 100 kalori saat berhubungan seks atau sama dengan 20 menit berkebun. Dan memang, bagi banyak atlet justru bercinta sebelum pertandingan penting bisa mengurangi stres dan membuat tidur lebih lelap sehingga saat bangun tubuh menjadi lebih bugar.

Banyak tim-tim Eropa termasuk Jerman dan Spanyol menerapkan larangan seks yang ketat di malam sebelum pertandingan. Para istri dan kekasih hanya boleh berkunjung ke hotel di hari-hari tanpa jadwal pertandingan.

Ada juga pendapat, bahwa masalah seks yang diperdebatkan mencerminkan seksisme dan kurangnya sikap dewasa pada atlet pria. Demikian Pamela Peeke, mantan atlet yang juga bekerja sebagai penasehat medis tim basket NBA Washington Wizards.

Perempuan juga memproduksi testoteron, namun tingkatannya jauh lebih rendah dari pria. Tidak ada yang mempermasalahkan apakah atlet perempuan berhubungan seks atau tidak sebelum bertanding. "Ada semacam asumsi umum, bahwa pria tidak bisa 'menahan' diri," tandas Peeke. (*)

Sumber: Deustche Welle