Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sidang Pemalsuan Oleh Edi Rustandi, EW Papilaya Beberkan Borok PT TPD
Oleh : Charles Sitompul
Jum'at | 17-01-2014 | 11:34 WIB
ew_papilaya.jpg Honda-Batam
EW Papilaya, Dirut PT TPD.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Direktur Utama PT.Terira Pratiwi (TPD), EW Papilaya menyatakan jika pelepasan kak atas tanah seluas 40 ribu meter persegi sebagaimana yang dimohonkan tersangka Edi Rustandi ke perusahaan tersebut guna pengurusan gak milik ke BPN atas belum adanya ganti rugi sesuai dengan persetujuannya serta atas sepengetahuan Hengky Laderson dan Suban Hartono, karena memang belum dibebaskan oleh perusahannya kepada pemilik pertama.

ementara, Direktur PT TPD lainnya, Hengky Laderson mengaku banyak tidak tahu dan lupa atas permohonan Edi Rustandi untuk meminta pembebasan lahan 4 hektar yang termasuk dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB)  00872 yang dikeluarkan BPN.

"Hingga saat ini, saya melihat belum ada kerugian yang diderita perusahaan dari perkara ini," kata Papilaya dalam sidang lanjutan kasus pemalsuan dan menggunakan surat palsu oleh terdakwa Edi Rustandi yang berlangsung hingga tengah malam di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Kamis (16/1/2014).

Dalam kesaksiannya, Papilaya yang mengaku menjadi Direktur Utama PT TPD sejak 1996 ini juga menceritakan kronologis, kedatangan terdakwa Edi Rustandi kepada dirinya  untuk memohon pelepasan hak PT TPD kepada terdakwa atas keterangan terdakwa yang mengaku sudah menyeelesaikan hak penguasaan lahan tersebut dari Syarif, selaku pemilik awal.

"Atas kedatangan dan permohonan terdakwa serta melihat surat SKT kepemilikan yang dibawa, saya menyatakan akan kami pelajari dahulu, dan guna melakukan pengecekan fisik tanah di lapangan, saya juga memerintahkan karyawan PT TPD, A Hamzah untuk melakukan pengecekan ke lapangan. Dan dari hasil pengecekan yang dilakukan Hamzah membenarkan, jika lahan yang dimohon terdakwa memang benar belum pernah dibebasakan PT TPD kendati masuk dalam HGU perusahaan," kata Papilaya.

Dengan keterangan Hamzah dan hasil pengecekannya ke lapangan, kata Papilaya, hingga dirinya melakukan koordinasi dengan Hengky Laderson atas permohonan Edi Rustandi yang sebelumnya juga sudah dimohonkan terdakwa kepada Hengky Laderson sebelum mendatangi Papilaya di kantor PT TPD.

"Proses pemberian surat pelepasan kepada terdakwa sebenarnya, sudah sepengetahuan Hengky Laderson, karena justru dia (Hengky-red) yang menyuruh saya untuk memberikan dan menghadap BPN agar melepaskan sejumlah lahan yang memang sebelumnya belum diganti rugi di lahan HGB PT TPD tersebut," kata Papilaya.

Ditanya mengenai operasional dan sistim manajemen PT TPD atas kewenangannya sebagai seorang Direktur Utama, Papilaya secara tegas mengatakan, jika selama ini,  PT TPD merupakan sebuah perusahaan 'tidur' yang tidak mengusahakan peruntukan HGB dari pemerintah kepadanya, untuk melaksanakan pembangunan  kota satelit, namun justeru orang-orang tertentu yang juga sebagai pengurus perusahaan melakukan penjualan dan petuntukan tanah di luar dari fungsi HGB yang diberikan Pemerintah.

"Sesuai dengan HGB peruntukan yang diberikan Pemerintah, berdasarkan UU nomor 5 Tahun 1960 bahwa HGB adalah hak untuk mendirikan bangunan di lahan yang bukan lahan sendiri, tetapi tidak dapat dialihkan untuk peruntukannya, namun yang justru terjadi, pengurus perusahaan memanfaatkan lahan PT TPD terhadap peruntukan lain, tanpa sepengetahuan dan persetujuan saya sebagai Direktur Utama," ujarnya.

Pengacara senior di Tanjungpinang ini, juga menjelaskan jika selama ini, PT TPD merupakan manajemen keluarga dengan semua dokumen pembebasan lahan sebelumnya disimpan Hengki Laderson dan Suban Hartono di Batam, bukan di kantor perusahaan tersebut.

Mengenai keterangan yang dikatakan saksi Hengky sebelumnya yang mengaku sesuai dengan hasil rapat yang dilaksanakan dengan pengurus perusahaan PT TPD lainnya, tentang pelepasan tanah milik Edi Rustandi, dikatakan Papilaya, Hengky mengatakan padanya kalau lahaan yang akan dibebasakan untuk tanah Edi Rustandi bukan di kolam, tetapi berada di atas tanah perbukitan dan tanah keras.

"Bahakan, setelah disetujui Hengky Laderson, saya sebagai Direktur juga meminta petunjuk dengan mengirimkan surat ke BPN untuk mempertanyakan lokasi, dan menurut BPN jika tanah itu sudah benar, pelaksanaan pembebasannya, karena memang belum dilakukan ganti rugi sebelumnya, kendati sudah masuk di dalam Sertifikat HGB milik perusahaan, dan memang dalam ketetapan pemberian sertifikat juga negara mewajibkan PT TPD menyelesaikan ganti rugi lahan yang belum dibebaskan di sertifikat dalam jangka waktu yang ditentukan," pungkasnya.

Papilaya juga mengakui, jika dari seluruh lahan HGB PT TPD hingga saat ini masih ada sekitar 70 hektar lebih lahan yang belum dibebaskan dan sudah dimohonkan warga untuk dibebaskan kendati memang belum dilakukan pelepasan atas permohonan hak warga tersebut.

Editor: Dodo