Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Untuk Hindari Kecurangan Sekolah

UN Sebaiknya Di-breakdown ke Tingkat Regional
Oleh : Tunggul Naibaho
Jum'at | 29-04-2011 | 17:30 WIB
UNTUK APA SEKOLAH ..jpg Honda-Batam

Anggota DPD asal Provinsi Kepulauan Riau, Hardi S. Hood. (Foto: Istimewa)

Batam, batamtoday - Ujian Nasional (UN) sebaiknya di-breakdown ke tingkat regional demi sebuah keadilan, dan juga untuk menghindari selalu terjadinya kasus-kasus kecurangan yang dilakukan berbagai pihak, mulai dari murid, guru, sekolah, bahkan hingga pemerintah daerah.    

Demikian dikatakan anggota Dewan perwakilan Daerah (DPD) asal Kepulauan Riau (Kepri), Hardi Hood, kepada batamtoday di Hotel PIH, Batam, Jumat 29 April 2011.

"UN sebaiknya di-breakdown saja, jika tidak mungkin hingga ke tingkat sekolah, setidaknya sampai pada tingkat regional," usul Hardi Hood yang duduk di Komisi Pendidikan DPD RI.

Apa yang sebenarnya menjadi goal dari UN, tanya Hardi Hood. Jika memang tujuannya untuk mendapatkan gambaran tentang kemampuan siswa antar daerah, kan tidak perlu dilakukan lewat UN, karena kata Hardi, UN mempunyai akibat serius bagi pelanjutan pendidikan siswa ke jenjang berikutnya.

"Penyusunan materi soal-soal UN tidak bisa menggunakan 'kacamata' Jakarta, karena kemampuan siswa di daerah sangat jauh tertinggal," kata Hardi. Dia mencontohkan apa yang ditemuinya di Pulau Senayang, Kabupaten Lingga, Kepri, ketika dia  melakukan kunjungan ke daerah itu saat reses.  Kata Hardi, ada sebuah SMP yang baru mempunyai guru Bahasa Indonesia pada tahun ini, padahal, UN untuk bahasa Indonesia sudah berlangsung bertahun-tahun, imbuhnya.

"Jadi wajar juga kalau akhirnya para siswa, guru, melakukan kecurangan dalam pengerjaan soal-soal UN, bahkan ada pemerintah daerah yang membiarkan hal itu berlangsung. Karena itu tadi, UN telah memaksakan kehendak," tandas Hardi.

Di Malaysia, kata Hardi, juga ada ujian nasional. Tetapi sistim disana tidak 'membunuh' siswa. Walau tidak lulus, siswa tersebut dapat terus melanjutkan pendidikanya ke perguruan tinggi, dan diberi kesempatan dua kali untuk ikut UN. Kalau sudah sampai tiga kali tidak lulus, baru siswa tersebut ditarik lagi dari perguruan tinggi, terang Hardi yang pernah ke Malaysia meninjau sistim UN di negeri jiran tersebut.

"Jadi sebaiknya UN ditiadakan dulu, sistim pengujian di-breakdown saja ke tingkat regional, diserahkan saja kepada daerah, karena daerah lebih mengetahui kemampuan para siswanya," ulang Hardi.

Kepada semua stakeholder pendidikan di Kepri, Hardi meminta, agar peningkatan kualitas guru menjadi perhatian utama. hal itu bisa ditingkatkan mulai dari pelatihan-pelatihan atau menaikan strata pendidikan sang guru sebagai pengajar.

"Kalau kualitas guru di Kepri tidak ditingkatkan, bagaimana kemampuan siswanya akan terdongkrak," kata dia.

Memang kini sudah banyak variasi media untuk siswa belajar, internet, buku, CD, dan lain-lain, tetapi menurutnya budaya kita masih budaya mendengar.

"Budaya kita masih budaya mendengar. Jadi guru tetap guru nomor satu buat para siswa kita," papar Hardi.