Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Masyarakat Harus Lakukan Class Action

Registrasi Ulang Mobil 'Bodong' Permufakatan Jahat
Oleh : Dodo
Sabtu | 02-04-2011 | 13:18 WIB
Uba_INgan_Sigalingging.JPG Honda-Batam

Permufakatan Jahat - Ketua LSM Gebrak, Uba Ingan Sigalingging menilai pelaksanaan registrasi ulang mobil seri 'X' merupakan permufakatan jahat dan harus dilawan oleh masyarakat melalui class action. (Foto: Andri Arianto)

Batam, batamtoday - Pelaksanaan registrasi ulang mobil rekondisi asal Singapura yang menggunakan plat nomor seri 'X', untuk tidak menyatakan mobil bodong, beralih menjadi seri 'Z' dinilai merupakan permufakatan jahat, yang dilakukan oleh institusi Polda Kepulauan Riau dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, apabila hanya menggunakan dasar hukum Telegam Rahasia (TR) Kapolri.

"Itu sama saja dengan permufakatan jahat karena bertentangan dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan," kata Uba Ingan Sigalingging, Ketua LSM Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak) Kota Batam, kepada batamtoday, Sabtu, 2 April 2011.

Uba mengatakan, dalam UU Nomor 10 Tahun 2004, khususnya pasal 7 ayat 1 soal jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, sama sekali tidak menyebutkan adanya TR Kapolri yang dapat dijadikan dasar hukum dalam melaksanakan sebuah kegiatan ataupun langkah yang bersinggungan ataupun memuat substansi hukum di dalamnya.

Undang-undang tersebut, lanjut Uba, menyebutkan hierarki perundang-undangan yakni UUD 1945, UU/Perpu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah sebagai sebuah produk hukum yang dapat dijadikan acuan dan dasar hukum.

"Dimana letak TR, polisi benar-benar telah melakukan pengangkangan hukum soal dasar hukum registrasi mobil rekondisi ini. Harusnya Polda Kepri memberikan contoh hukum yang baik kepada masyarakat, bukannya malah merusak tatanan hukum," ujar Uba ketus.

Sebagai contoh, lanjut Uba, pada saat program pemutihan mobil rekondisi asal Singapura pada tahun 2005 lalu, dilaksanakan berdasarkan SK Gubernur Kepri sebagai dasar hukumnya. Kalau berdasarkan TR Kapolri, kata Uba, akan menjadi hal yang patut dipertanyakan. "Ada motif apa di balik ngototnya Polda Kepri menggunakan TR Kapolri sebagai dasar hukum registrasi ulang mobil 'bodong' Batam ini," ujarnya dengan nada bertanya. 

Uba menilai Polda Kepri telah mempermainkan hukum, karena TR merupakan produk hukum yang bersifat internal dalam institusi Polri. Dan, hal inilah, kata Uba, menjadi pijakan dasar bagi masyarakat untuk melakukan gugatan class action.

Lembaga yang mengatasnamakan kepentingan konsumen seperti YLKB, menurut Uba, sudah tidak saatnya lagi menampung aspirasi masyarakat namun bertindak melakukan gugatan class action soal registrasi ulang mobil rekondisi asal Singapura itu

"Tidak usah menunggu pengaduan, karena kegiatan registrasi ulang oleh Polda Kepri itu jelas-jelas tidak memiliki dasar hukum," kata dia.

Uba juga menyayangkan sikap 'diam' Gubernur Kepulauan Riau yang tidak menyikapi carut marut registrasi ulang ini, meski keresahan telah melanda hampir sebagian besar masyarakat pemilik mobil seri 'X'.

Menurut Uba, apabila Polda Kepri dan Gubernur Kepri tetap melanjutkan proses registrasi ulang, maka sama saja mengedepankan kekuasaan dalam menerapkan sebuah aturan. "Negara ini sudah tidak dipraktekkan lagi dengan menggunakan dasar hukum, namun lebih mengedepankan kekuasaan," tegas Uba.